tag:blogger.com,1999:blog-82782321988376062342024-02-20T13:02:36.305-08:00Kesenian Budaya IndonesiaKecoak_Ngesothttp://www.blogger.com/profile/18445713766039225070noreply@blogger.comBlogger13125tag:blogger.com,1999:blog-8278232198837606234.post-53675100592462733722011-09-09T02:12:00.000-07:002011-09-09T02:15:10.472-07:00Kujang, senjata khas Sunda<div id="content"><h1 class="firstHeading" id="firstHeading">Kujang</h1><div id="bodyContent"><br />
<div class="thumb tright"><div class="thumbinner" style="width: 136px;"><img alt="" class="thumbimage" height="496" src="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/b/b9/Kujang.jpg" width="134" /> <br />
<div class="thumbcaption"><div class="magnify"></div><div style="text-align: center;">Kujang, senjata khas Sunda</div></div></div></div><div class="thumb tright"><div class="thumbinner" style="width: 227px;"><a class="image" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Kujangmonument.jpg"><img alt="" class="thumbimage" height="391" src="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/thumb/8/8d/Kujangmonument.jpg/225px-Kujangmonument.jpg" width="225" /></a><br />
<div style="text-align: center;">Replika kujang pada monumen kota Bogor</div></div></div><br />
<b>Kujang</b> adalah sebuah senjata unik dari daerah Jawa Barat. Kujang mulai dibuat sekitar abad ke-8 atau ke-9, terbuat dari besi, baja dan bahan pamor, panjangnya sekitar 20 sampai 25 cm dan beratnya sekitar 300 gram.<br />
Kujang merupakan perkakas yang merefleksikan ketajaman dan daya kritis dalam kehidupan juga melambangkan kekuatan dan keberanian untuk melindungi hak dan kebenaran. Menjadi ciri khas, baik sebagai senjata, alat pertanian, perlambang, hiasan, ataupun cindera mata.<br />
Menurut Sanghyang siksakanda ng karesian pupuh XVII, kujang adalah senjata kaum petani dan memiliki akar pada budaya pertanian masyarakat Sunda.<br />
<a name='more'></a><br />
<br />
<table class="toc" id="toc"><tbody>
<tr><td><br />
</td></tr>
</tbody></table><ul><li><h2><span class="mw-headline" id="Deskripsi">Deskripsi</span></h2></li>
</ul><blockquote>Kujang dikenal sebagai senjata tradisional masyarakat Jawa Barat (Sunda) yang memiliki nilai sakral serta mempunyai kekuatan magis. Beberapa peneliti<sup class="noprint Inline-Template"><span style="white-space: nowrap;" title="Kalimat yang diikuti tag ini menggunakan kata-kata yang tidak jelas sehingga harus diperbaiki."></span></sup> menyatakan bahwa istilah "kujang" berasal dari kata <i>kudihyang</i> (<i>kudi</i> dan <i>Hyang</i>. Kujang (juga) berasal dari kata Ujang, yang berarti manusia atau manusa. Manusia yang sakti sebagaimana Prabu Siliwangi.</blockquote><blockquote>Kudi diambil dari bahasa Sunda Kuno yang artinya senjata yang mempunyai kekuatan gaib sakti, sebagai jimat, sebagai penolak bala, misalnya untuk menghalau musuh atau menghindari bahaya/penyakit<sup class="noprint Inline-Template"><span style="white-space: nowrap;" title="Kalimat yang diikuti tag ini membutuhkan rujukan."></span></sup>. Senjata ini juga disimpan sebagai pusaka, yang digunakan untuk melindungi rumah dari bahaya dengan meletakkannya di dalam sebuah peti atau tempat tertentu di dalam rumah atau dengan meletakkannya di atas tempat tidur (Hazeu, 1904 : 405-406). Sementara itu, Hyang dapat disejajarkan dengan pengertian Dewa dalam beberapa mitologi, namun bagi masyarakat Sunda Hyang mempunyai arti dan kedudukan di atas Dewa, hal ini tercermin di dalam ajaran “Dasa Prebakti” yang tercermin dalam naskah Sanghyang Siksa Kanda Ng Karesian disebutkan “Dewa bakti di Hyang”.</blockquote><blockquote>Secara umum, Kujang mempunyai pengertian sebagai pusaka yang mempunyai kekuatan tertentu yang berasal dari para dewa (=Hyang), dan sebagai sebuah senjata, sejak dahulu hingga saat ini Kujang menempati satu posisi yang sangat khusus di kalangan masyarakat Jawa Barat (Sunda). Sebagai lambang atau simbol dengan niali-nilai filosofis yang terkandung di dalamnya, Kujang dipakai sebagai salah satu estetika dalam beberapa lambang organisasi serta pemerintahan. Disamping itu, Kujang pun dipakai pula sebagai sebuah nama dari berbagai organisasi, kesatuan dan tentunya dipakai pula oleh Pemda Propinsi Jawa Barat.</blockquote><blockquote>Di masa lalu Kujang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat Sunda karena fungsinya sebagai peralatan pertanian. Pernyataan ini tertera dalam naskah kuno Sanghyang Siksa Kanda Ng Karesian (1518 M) maupun tradisi lisan yang berkembang di beberapa daerah diantaranya di daerah Rancah, Ciamis. Bukti yang memperkuat pernyataan bahwa kujang sebagai peralatan berladang masih dapat kita saksikan hingga saat ini pada masyarakat Baduy, Banten dan Pancer Pangawinan di Sukabumi.</blockquote><blockquote class="toccolours" style="display: table; float: right; margin-left: 10px; padding: 10px; text-align: justify; width: 45%;">"Segala macam hasil tempaan, ada tiga macam yang berbeda. Senjata sang prabu ialah: pedang, abet (pecut), pamuk, golok, peso teundeut, keris. Raksasa yang dijadikan dewanya, karena digunakan untuk membunuh. Senjata orang tani ialah: <b>kujang</b>, baliung, patik, kored, pisau sadap. Detya yang dijadikan dewanya, karena digunakan untuk mengambil apa yang dapat dikecap dan diminum. Senjata sang pendeta ialah: kala katri, peso raut, peso dongdang, pangot, pakisi. Danawa yang dijadikan dewanya, karena digunakan untuk mengerat segala sesuatu, Itulah ketiga jenis senjata yang berbeda pada sang prebu, pada petani, pada pendeta. Demikianlah bila kita ingin tahu semuanya, tanyalah pandai besi."<br />
<div style="text-align: right;">— Sanghyang siksakanda ng karesian pupuh XVII.</div></blockquote><blockquote>Dengan perkembangan kemajuan, teknologi, budaya, sosial dan ekonomi masyarakat Sunda, Kujang pun mengalami perkembangan dan pergeseran bentuk, fungsi dan makna. Dari sebuah peralatan pertanian, kujang berkembang menjadi sebuah benda yang memiliki karakter tersendiri dan cenderung menjadi senjata yang bernilai simbolik dan sakral. Wujud baru kujang tersebut seperti yang kita kenal saat ini diperkirakan lahir antara abad 9 sampai abad 12.</blockquote><br />
<blockquote class="toccolours" style="display: table; float: right; margin-left: 10px; padding: 10px; text-align: justify; width: 45%;"><br />
</blockquote><br />
<h2><span class="editsection"> </span></h2><h2><span class="editsection"> </span></h2><h2><span class="editsection"> </span></h2><ul><li><h2><span class="mw-headline" id="Bagian-bagian_Kujang"> Bagian-bagian Kujang</span></h2></li>
</ul><blockquote>Karakteristik sebuah kujang memiliki sisi tajaman dan nama bagian, antara lain : papatuk/congo (ujung kujang yang menyerupai panah), eluk/silih (lekukan pada bagian punggung), tadah (lengkungan menonjol pada bagian perut) dan mata (lubang kecil yang ditutupi logam emas dan perak). Selain bentuk karakteristik bahan kujang sangat unik cenderung tipis, bahannya bersifat kering, berpori dan banyak mengandung unsur logam alam.</blockquote><blockquote>Dalam Pantun Bogor sebagaimana dituturkan oleh Anis Djatisunda (996-2000), kujang memiliki beragam fungsi dan bentuk. Berdasarkan fungsi, kujang terbagi empat antara lain : Kujang Pusaka (lambang keagungan dan pelindungan keselamatan), Kujang Pakarang (untuk berperang), Kujang Pangarak (sebagai alat upacara) dan Kujang Pamangkas (sebagai alat berladang). Sedangkan berdasarkan bentuk bilah ada yang disebut Kujang Jago (menyerupai bentuk ayam jantan), Kujang Ciung (menyerupai burung ciung), Kujang Kuntul (menyerupai burung kuntul/bango), Kujang Badak (menyerupai badak), Kujang Naga (menyerupai binatang mitologi naga) dan Kujang Bangkong (menyerupai katak). Disamping itu terdapat pula tipologi bilah kujang berbentuk wayang kulit dengan tokoh wanita sebagai simbol kesuburan.</blockquote><ul><li><h2><span class="editsection"></span><span class="mw-headline" id="Mitologi">Mitologi</span></h2></li>
</ul><blockquote>Menurut orang tua ada yang memberikan falsafah yang sangat luhur terhadap Kujang sebagai;</blockquote><blockquote class="templatequote"><div>Ku-Jang-ji rek neruskeun padamelan sepuh karuhun urang</div></blockquote><blockquote>Janji untuk meneruskan perjuangan sepuh karuhun urang/ nenek moyang yaitu menegakan cara-ciri manusa dan cara ciri bangsa. Apa itu?<span class="mw-headline" id="Cara-ciri_Manusia_ada_5"></span></blockquote><blockquote><ul><li><span class="mw-headline" id="Cara-ciri_Manusia_ada_5">Cara-ciri Manusia ada 5</span></li>
</ul></blockquote><blockquote><blockquote><ol><li>Welas Asih (Cinta Kasih),</li>
<li>Tatakrama (Etika Berprilaku),</li>
<li>Undak Usuk (Etika Berbahasa),</li>
<li>Budi Daya Budi Basa,</li>
<li>Wiwaha Yuda Na Raga ("Ngaji Badan".</li>
</ol></blockquote></blockquote><blockquote><ul><li><h4><span class="editsection"></span><span class="mw-headline" id="Cara-ciri_Bangsa_ada_5" style="font-weight: normal;">Cara-ciri Bangsa ada 5</span></h4></li>
</ul></blockquote><blockquote><blockquote><ol><li>Rupa,</li>
<li>Basa,</li>
<li>Adat,</li>
<li>Aksara,</li>
<li>Kebudayaan</li>
</ol></blockquote></blockquote><blockquote>Sebetulnya masih banyak falsafah yang tersirat dari Kujang yang bukan sekedar senjata untuk menaklukan musuh pada saat perang ataupun hanya sekedar digunakan sebagai alat bantu lainnya.</blockquote></div></div><b>Kujang, senjata khas Sunda</b>Kecoak_Ngesothttp://www.blogger.com/profile/18445713766039225070noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8278232198837606234.post-15367444569376904822011-08-23T00:54:00.000-07:002011-08-23T00:54:16.076-07:00Suku Dayak<div style="text-align: justify;"><b>Dayak</b> atau <b>Daya</b> (ejaan lama: Dajak atau Dyak) adalah kumpulan berbagai subetnis Austronesia yang dianggap sebagai penduduk asli yang mendiami Pulau Kalimantan (Brunei, Malaysia yang terdiri dari Sabah dan Sarawak, serta Indonesia yang terdiri dari Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan). Budaya masyarakat Dayak adalah Budaya Maritim atau bahari. Hampir semua nama sebutan orang Dayak mempunyai arti sebagai sesuatu yang berhubungan dengan "perhuluan" atau sungai, terutama pada nama-nama rumpun dan nama kekeluargaannya. Suku bangsa Dayak terdiri atas enam Stanmenras atau rumpun yakni rumpun Klemantan alias Kalimantan, rumpun Iban, rumpun Apokayan yaitu Dayak Kayan, Kenyah dan Bahau, rumpun Murut, rumpun Ot Danum-Ngaju dan rumpun Punan.</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"><a href="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/thumb/2/2a/Dayak.jpg/200px-Dayak.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/thumb/2/2a/Dayak.jpg/200px-Dayak.jpg" width="162" /></a></div><div style="text-align: justify;"></div><br />
<a name='more'></a><br />
<br />
<h2 style="text-align: justify;"><span class="mw-headline" id="Etimologi">Etimologi</span></h2><div style="text-align: justify;">Istilah "Dayak" paling umum digunakan untuk menyebut orang-orang asli non-Muslim, non-Melayu yang tinggal di pulau itu.<sup class="reference" id="cite_ref-11"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Dayak#cite_note-11"></a></sup> Ini terutama berlaku di Malaysia, karena di Indonesia ada suku-suku Dayak yang Muslim namun tetap termasuk kategori Dayak. Terdapat beragam penjelasan tentang etimologi istilah ini. Menurut Lindblad, kata Dayak berasal dari kata <i>daya</i> dari bahasa Kenyah, yang berarti hulu [sungai] atau pedalaman. King, lebih jauh menduga-duga bahwa Dayak mungkin juga berasal dari kata <i>aja</i>, sebuah kata dari bahasa Melayu yang berarti asli atau pribumi. Dia juga yakin bahwa kata itu mungkin berasal dari sebuah istilah dari bahasa Jawa Tengah yang berarti perilaku yang tak sesuai atau yang tak pada tempatnya.</div><div> </div><div style="text-align: justify;">Istilah untuk suku penduduk asli dekat Sambas dan Pontianak adalah Daya, sedangkan di Banjarmasin disebut Biaju (bi= dari; aju= hulu).<sup class="reference" id="cite_ref-15"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Dayak#cite_note-15"></a></sup> Jadi semula istilah Daya ditujukan untuk rumpun Bidayuh yang selanjutnya dinamakan Dayak Darat yang dibedakan dengan Dayak Laut (rumpun Iban). Di Banjarmasin, istilah Dayak mulai digunakan dalam perjanjian Sultan Banjar dengan Hindia Belanda tahun 1826, untuk menggantikan istilah Biaju Besar (daerah sungai Kahayan) dan Biaju Kecil (daerah sungai Kapuas Murung) yang masing-masing diganti menjadi Dayak Besar dan Dayak Kecil. Sejak itu istilah Dayak juga ditujukan untuk rumpun Ngaju-Ot Danum atau rumpun Barito. Selanjutnya istilah “Dayak” dipakai meluas yang secara kolektif merujuk kepada suku-suku penduduk asli setempat yang berbeda-beda bahasanya<sup class="reference" id="cite_ref-16"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Dayak#cite_note-16"></a></sup>, khususnya non-Muslim atau non-Melayu.<sup class="reference" id="cite_ref-17"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Dayak#cite_note-17"></a></sup> Pada akhir abad ke-19 istilah Dayak dipakai dalam konteks kependudukan penguasa kolonial yang mengambil alih kedaulatan suku-suku yang tinggal di daerah-daerah pedalaman Kalimantan.<sup class="reference" id="cite_ref-18"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Dayak#cite_note-18"></a></sup> Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Bagian Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya Kalimantan Timur, Dr. August Kaderland, seorang ilmuwan Belanda, adalah orang yang pertama kali mempergunakan istilah Dayak dalam pengertian di atas pada tahun 1895.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Arti dari kata ‘Dayak’ itu sendiri masih bisa diperdebatkan. Commans (1987), misalnya, menulis bahwa menurut sebagian pengarang, ‘Dayak’ berarti manusia, sementara pengarang lainnya menyatakan bahwa kata itu berarti pedalaman. Commans mengatakan bahwa arti yang paling tepat adalah orang yang tinggal di hulu sungai. Dengan nama serupa, Lahajir <i>et al</i>. melaporkan bahwa orang-orang Iban menggunakan istilah Dayak dengan arti manusia, sementara orang-orang Tunjung dan Benuaq mengartikannya sebagai hulu sungai. Mereka juga menyatakan bahwa sebagian orang mengklaim bahwa istilah Dayak menunjuk pada karakteristik personal tertentu yang diakui oleh orang-orang Kalimantan, yaitu kuat, gagah, berani dan ulet.<sup class="reference" id="cite_ref-20"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Dayak#cite_note-20"></a></sup> Lahajir <i>et al</i>. mencatat bahwa setidaknya ada empat istilah untuk penuduk asli Kalimantan dalam literatur, yaitu <b>Daya'</b>, <b>Dyak</b>, <b>Daya</b>, dan <b>Dayak</b>. Penduduk asli itu sendiri pada umumnya tidak mengenal istilah-istilah ini, akan tetapi orang-orang di luar lingkup merekalah yang menyebut mereka sebagai ‘Dayak’.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><h2 style="text-align: justify;"><span class="mw-headline" id="Asal_mula">Asal mula</span></h2><div style="text-align: justify;">Secara umum seluruh penduduk di kepulauan Nusantara disebut-sebut berasal dari Cina selatan, demikian juga halnya dengan Suku Dayak. Tentang asal mula bangsa Dayak, banyak teori yang diterima adalah teori imigrasi bangsa Cina dari Provinsi Yunnan di Cina Selatan. Penduduk Yunan berimigrasi besar-besaran (dalam kelompok-kelompok kecil) diperkirakan pada tahun 3000-1500 SM (sebelum masehi). Sebagian dari mereka mengembara ke Tumasik dan semenanjung Melayu, sebelum ke wilayah Indonesia. Sebagian lainnya melewati Hainan, Taiwan dan Filipina.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Menurut H.TH. Fisher, migrasi dari Asia terjadi pada fase pertama zaman Tertier. Benua Asia dan pulau Kalimantan merupakan bagian Nusantara yang masih menyatu, yang memungkinkan ras Mongoloid dari Asia mengembara melalui daratan dan sampai di Kalimantan dengan melintasi pegunungan yang sekarang disebut pegunungan “Muller-Schwaner”. Dari pegunungan itulah berasal sungai-sungai besar seluruh Kalimantan. Diperkirakan, dalam rentang waktu yang lama, mereka harus menyebar menelusuri sungai-sungai hingga ke hilir dan kemudian mendiami pesisir pulau Kalimantan. <i>Tetek Tahtum</i> menceritakan perpindahan suku Dayak dari daerah hulu menuju daerah hilir sungai.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Di daerah selatan Kalimantan Suku Dayak pernah membangun sebuah kerajaan. Dalam tradisi lisan Dayak di daerah itu sering disebut <i>Nansarunai Usak Jawa</i><sup class="reference" id="cite_ref-23"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Dayak#cite_note-23"></a></sup>, yakni kerajaan Nansarunai dari Dayak Maanyan yang dihancurkan oleh Majapahit, yang diperkirakan terjadi antara tahun 1309-1389. Kejadian tersebut mengakibatkan suku Dayak Maanyan terdesak dan terpencar, sebagian masuk daerah pedalaman ke wilayah suku Dayak Lawangan. Arus besar berikutnya terjadi pada saat pengaruh Islam yang berasal dari kerajaan Demak bersama masuknya para pedagang Melayu (sekitar tahun 1520).</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Sebagian besar suku Dayak di wilayah selatan dan timur kalimantan yang memeluk Islam tidak lagi mengakui dirinya sebagai orang Dayak, tapi menyebut dirinya sebagai atau orang Banjar. Sedangkan orang Dayak yang menolak agama Islam kembali menyusuri sungai, masuk ke pedalaman, bermukim di daerah-daerah Kayu Tangi, Amuntai, Margasari, Watang Amandit, Labuan Amas dan Watang Balangan. Sebagian lagi terus terdesak masuk rimba. Orang Dayak pemeluk Islam kebanyakan berada di Kalimantan Selatan dan sebagian Kotawaringin, salah seorang pimpinan Banjar Hindu yang terkenal adalah Lambung Mangkurat menurut orang Dayak adalah seorang Dayak (Ma’anyan atau Ot Danum).<sup class="reference" id="cite_ref-26"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Dayak#cite_note-26"></a></sup> Di Kalimantan Timur, orang Suku Tonyoy-Benuaq yang memeluk Agama Islam menyebut dirinya sebagai Suku Kutai.<sup class="noprint Inline-Template"><span style="white-space: nowrap;" title="Kalimat yang diikuti tag ini membutuhkan rujukan."></span></sup> Tidak hanya dari Nusantara, bangsa-bangsa lain juga berdatangan ke Kalimantan. Bangsa Tionghoa tercatat mulai datang ke Kalimantan pada masa Dinasti Ming tahun 1368-1643. Dari manuskrip berhuruf hanzi disebutkan bahwa kota yang pertama dikunjungi adalah Banjarmasin. Kunjungan tersebut pada masa Sultan Hidayatullah I dan Sultan Mustain Billah. Hikayat Banjar memberitakan kunjungan tetapi tidak menetap oleh pedagang jung bangsa Tionghoa dan Eropa (disebut Walanda) di Kalimantan Selatan telah terjadi di masa Kerajaan Banjar Hindu (abad XIV). Pedagang Tionghoa mulai menetap di kota Banjarmasin pada suatu tempat dekat pantai pada tahun 1736.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Kedatangan bangsa Tionghoa di selatan Kalimantan tidak mengakibatkan perpindahan penduduk Dayak dan tidak memiliki pengaruh langsung karena mereka hanya berdagang, terutama dengan kerajaan Banjar di Banjarmasin. Mereka tidak langsung berniaga dengan orang Dayak. Peninggalan bangsa Tionghoa masih disimpan oleh sebagian suku Dayak seperti piring malawen, belanga (guci) dan peralatan keramik.</div><div style="text-align: justify;"> Sejak awal abad V bangsa Tionghoa telah sampai di Kalimantan. Pada abad XV Raja Yung Lo mengirim sebuah angkatan perang besar ke selatan (termasuk Nusantara) di bawah pimpinan Cheng Ho, dan kembali ke Tiongkok pada tahun 1407, setelah sebelumnya singgah ke Jawa, Kalimantan, Malaka, Manila dan Solok. Pada tahun 1750, Sultan Mempawah menerima orang-orang Tionghoa (dari Brunei) yang sedang mencari emas. Orang-orang Tionghoa tersebut membawa juga barang dagangan diantaranya candu, sutera, barang pecah belah seperti piring, cangkir, mangkok dan guci.</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"><a href="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/f/f0/COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Dajak_vrouwen_verkopen_vruchten_vanaf_een_vlot_op_de_Barito-rivier_bij_Bandjermasin_Zuid-Borneo_TMnr_10005854.jpg/250px-COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Dajak_vrouwen_verkopen_vruchten_vanaf_een_vlot_op_de_Barito-rivier_bij_Bandjermasin_Zuid-Borneo_TMnr_10005854.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/f/f0/COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Dajak_vrouwen_verkopen_vruchten_vanaf_een_vlot_op_de_Barito-rivier_bij_Bandjermasin_Zuid-Borneo_TMnr_10005854.jpg/250px-COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Dajak_vrouwen_verkopen_vruchten_vanaf_een_vlot_op_de_Barito-rivier_bij_Bandjermasin_Zuid-Borneo_TMnr_10005854.jpg" /></a></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><h2 style="text-align: justify;"><span class="mw-headline" id="Dayak_pada_masa_kini">Dayak pada masa kini</span></h2><div style="text-align: justify;">Dewasa ini suku bangsa Dayak terbagi dalam enam rumpun besar, yakni: Apokayan (Kenyah-Kayan-Bahau), Ot Danum-Ngaju, Iban, Murut, Klemantan dan Punan. Rumpun Dayak Punan merupakan suku Dayak yang paling tua mendiami pulau Kalimantan, sementara rumpun Dayak yang lain merupakan rumpun hasil asimilasi antara Dayak punan dan kelompok Proto Melayu (moyang Dayak yang berasal dari Yunnan). </div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"><a href="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/thumb/e/e7/Dayak_Kanayatn.jpg/200px-Dayak_Kanayatn.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/thumb/e/e7/Dayak_Kanayatn.jpg/200px-Dayak_Kanayatn.jpg" /></a></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Keenam rumpun itu terbagi lagi dalam kurang lebih 405 sub-etnis. Meskipun terbagi dalam ratusan sub-etnis, semua etnis Dayak memiliki kesamaan ciri-ciri budaya yang khas. Ciri-ciri tersebut menjadi faktor penentu apakah suatu subsuku di Kalimantan dapat dimasukkan ke dalam kelompok Dayak atau tidak. Ciri-ciri tersebut adalah rumah panjang, hasil budaya material seperti tembikar, mandau, sumpit, beliong (kampak Dayak), pandangan terhadap alam, mata pencaharian (sistem perladangan), dan seni tari. Perkampungan Dayak rumpun Ot Danum-Ngaju biasanya disebut lewu/lebu dan pada Dayak lain sering disebut banua / benua. Di kecamatan-kecamatan di Kalimantan yang merupakan wilayah adat Dayak dipimpin seorang Kepala Adat yang memimpin satu atau dua suku Dayak yang berbeda.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Prof. Lambut dari Universitas Lambung Mangkurat, (orang Dayak Ngaju) menolak anggapan Dayak berasal dari satu suku asal, tetapi hanya sebutan kolektif dari berbagai unsur etnik, menurutnya secara rasial, manusia Dayak dapat dikelompokkan menjadi :</div><div style="text-align: justify;"> </div><ul style="text-align: justify;"><li>Dayak Mongoloid</li>
<li>Malayunoid</li>
<li>Autrolo-Melanosoid</li>
<li>Dayak Heteronoid</li>
</ul><div style="text-align: justify;"> </div><h3 style="text-align: justify;"><span class="editsection"><a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Suku_Dayak&action=edit&section=5" title="Sunting bagian: Tradisi Penguburan"></a></span><span class="mw-headline" id="Tradisi_Penguburan">Tradisi Penguburan</span></h3><div style="text-align: justify;"> </div><div class="thumb tright" style="text-align: justify;"> <div class="thumbinner" style="width: 202px;"><img alt="" class="thumbimage" height="147" src="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/c/c3/COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Een_dorpshoofd_in_Koetai_met_kind_voor_het_graf_van_zijn_vader_TMnr_10017057.jpg/200px-COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Een_dorpshoofd_in_Koetai_met_kind_voor_het_graf_van_zijn_vader_TMnr_10017057.jpg" width="200" /> <div class="thumbcaption"> <div class="magnify"></div><div style="text-align: center;"> Peti kubur di Kutai</div></div></div></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Tradisi penguburan dan upacara adat kematian pada suku bangsa Dayak diatur tegas dalam hukum adat. Sistem penguburan beragam sejalan dengan sejarah panjang kedatangan manusia di Kalimantan. Dalam sejarahnya terdapat tiga budaya penguburan di Kalimantan :</div><div style="text-align: justify;"> </div><ul style="text-align: justify;"><li>penguburan tanpa wadah dan tanpa bekal, dengan posisi kerangka dilipat.</li>
<li>penguburan di dalam peti batu (dolmen)</li>
<li>penguburan dengan wadah kayu, anyaman bambu, atau anyaman tikar. Ini merupakan sistem penguburan yang terakhir berkembang.</li>
</ul><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Menurut tradisi Dayak Benuaq baik tempat maupun bentuk penguburan dibedakan :</div><div style="text-align: justify;"> </div><ol style="text-align: justify;"><li>wadah (peti) mayat--> bukan peti mati : lungun, selokng dan kotak</li>
<li>wadah tulang-beluang : tempelaaq<sup class="reference" id="cite_ref-31"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Dayak#cite_note-31"></a></sup> (bertiang 2) dan kererekng (bertiang 1) serta guci.</li>
</ol><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">berdasarkan tempat peletakan wadah (kuburan) Suku Dayak Benuaq :</div><div style="text-align: justify;"> </div><ol style="text-align: justify;"><li>lubekng (tempat lungun)</li>
<li>garai (tempat lungun, selokng)</li>
<li>gur (lungun)</li>
<li>tempelaaq dan kererekng</li>
</ol><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Pada umumnya terdapat dua tahapan penguburan:</div><div style="text-align: justify;"> </div><ol style="text-align: justify;"><li>penguburan tahap pertama (primer)</li>
<li>penguburan tahap kedua (sekunder).</li>
</ol><div style="text-align: justify;"> </div><h4 style="text-align: justify;"><span class="editsection"></span><span class="mw-headline" id="Penguburan_primer">Penguburan primer</span></h4><div style="text-align: justify;"> </div><ol style="text-align: justify;"><li>Parepm Api (Dayak Benuaq)</li>
<li>Kenyauw (Dayak Benuaq)</li>
</ol><div style="text-align: justify;"> </div><h4 style="text-align: justify;"><span class="editsection"></span><span class="mw-headline" id="Penguburan_sekunder">Penguburan sekunder</span></h4><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Penguburan sekunder tidak lagi dilakukan di gua. Di hulu Sungai Bahau dan cabang-cabangnya di Kecamatan Pujungan, Malinau, Kalimantan Timur, banyak dijumpai kuburan tempayan-dolmen yang merupakan peninggalan megalitik. Perkembangan terakhir, penguburan dengan menggunakan peti mati (lungun) yang ditempatkan di atas tiang atau dalam bangunan kecil dengan posisi ke arah matahari terbit.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Masyarakat Dayak Ngaju mengenal tiga cara penguburan, yakni :</div><div style="text-align: justify;"> </div><ul style="text-align: justify;"><li>dikubur dalam tanah</li>
<li>diletakkan di pohon besar</li>
<li>dikremasi dalam upacara tiwah.</li>
</ul><div style="text-align: justify;"> </div><h4 style="text-align: justify;"><span class="editsection"></span><span class="mw-headline" id="Prosesi_penguburan_sekunder">Prosesi penguburan sekunder</span></h4><div style="text-align: justify;"> </div><ol style="text-align: justify;"><li>Tiwah adalah prosesi penguburan sekunder pada penganut Kaharingan, sebagai simbol pelepasan arwah menuju lewu tatau (alam kelanggengan) yang dilaksanakan setahun atau beberapa tahun setelah penguburan pertama di dalam tanah.</li>
<li>Ijambe adalah prosesi penguburan sekunder pada Dayak Maanyan. Belulang dibakar menjadi abu dan ditempatkan dalam satu wadah.</li>
<li>Marabia</li>
<li>Mambatur (Dayak Maanyan)</li>
<li>Kwangkai/Wara (Dayak Benuaq)</li>
</ol><h2 style="text-align: justify;"><span class="mw-headline" id="Agama">Agama</span></h2><div style="text-align: justify;">Masyarakat Dayak menganut agama asli yang diberi nama oleh Tjilik Riwut sebagaai agama Kaharingan. Sekarang, agama ini kian lama kian ditinggalkan. Sejak abad ke-4, agama Hindu mulai memasuki Kalimantan, selanjutnya berdirilah kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha. Dengan menyebarnya agama Islam sejak abad ke-7 mencapai puncaknya di awal abad ke-16, masyarakat kerajaan Hindu menjadi pemeluk-pemeluk Islam. Umumnya masyarakat di pedalaman memegang teguh kepercayaan asli, namun masyarakat pedalaman (Dayak) pada masa kini beragama Kristen, Hindu Kaharingan (umat Kaharingan yang mengadopsi ajaran Hindu, dibedakan dengan penganut asli Kaharingan) dan Buddha (di Halong, Balangan, Kalimantan Selatan terdapat orang Dayak yang menganut agama Buddha). Di Kalimantan Barat, agama Kristen <i>diklaim</i> sebagai agama orang Dayak, tetapi hal ini tidak berlaku di propinsi lainnya sebab orang Dayak juga banyak yang memeluk agama-agama selain Kristen, malahan di Kalimantan Tengah, agama sejati orang Dayak adalah Kaharingan.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Jika kita melihat sejarah pulau Borneo dari awal. Orang-orang dari Sriwijaya, orang <i>Melayu</i> yang mula-mula migrasi ke Kalimantan. Etnis Tionghoa Hui Muslim Hanafi menetap di Sambas sejak tahun 1407, karena di masa Dinasti Ming, bandar Sambas menjadi pelabuhan transit dalam perjalanan dari Champa ke Maynila, Palembang maupun ke Majapahit. Banyak penjabat Dinasti Ming adalah orang Hui Muslim yang memiliki pengetahuan bahasa-bahasa asing Arab. Laporan pedagang-pedagang Tionghoa di masa Dinasti Ming yang mengunjungi Banjarmasin pada awal abad ke 16 mereka sangat khawatir mengenai aksi pemotongan kepala yang dilakukan orang-orang Biaju di saat para pedagang sedang tertidur di atas kapal. Agamawan Nasrani dan penjelajah Eropa yang tidak menetap telah datang pada abad ke-14 dan semakin menonjol di awal abad ke-17 yang kali ini merupakan para pedagang. Upaya-upaya penyebaran agama Nasrani selalu mengalami kegagalan, karena pada dasarnya di masa itu masyarakat Dayak memegang teguh kepercayaan asli dan curiga kepada orang asing, seringkali orang-orang asing terbunuh. Penduduk pesisir juga sangat sensitif terhadap orang asing karena takut terhadap bajak laut dan serangan kerajaan asing dari luar pulau yang hendak menjajah mereka. Penghancuran keraton Banjar di Kuin tahun 1612 oleh VOC Belanda dan serangan Mataram atas Sukadana tahun 1622 dan potensi serangan Makassar sangat mempengaruhi kerajaan-kerajaan di Kalimantan. Sekitar tahun 1835 barulah misionaris Kristen mulai beraktifitas secara leluasa di Banjarmasin.26 Juni 1835, Barnstein, penginjil pertama Kalimantan tiba dan mulai menyebarkan agama Kristen di Banjarmasin. Pemerintah lokal Hindia Belanda malahan merintangi upaya-upaya misionaris.<sup class="reference" id="cite_ref-44"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Dayak#cite_note-44"></a></sup></div><h2 style="text-align: justify;"><span class="mw-headline" id="Konflik">Konflik</span></h2><div style="text-align: justify;"> </div><h3 style="text-align: justify;"><span class="editsection"></span><span class="mw-headline" id="Keterlibatan">Keterlibatan</span></h3><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Dayak (istilah kolektif untuk masyarakat asli Kalimantan) telah mengalami peningkatan dalam konflik antar etnis. Di awal 1997 dan kemudian pada tahun 1999, bentrokan-bentrokan brutal terjadi antara orang-orang Dayak dan Madura di Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Puncak dari konflik ini terjadi di Sampit pada tahun 2001. Konflik-konflik ini pun kemudian menjadi topik pembicaraan di koran-koran di Indonesia. Sepanjang konflik tahun 1997, sejumlah besar penduduk (baik Dayak maupun Madura) tewas. Muncul berbagai perkiraan resmi tentang jumlah korban tewas, mulai dari 300 hingga 4.000 orang menurut sumber-sumber independen.<sup> </sup>Pada tahun 1999, orang-orang Dayak, bersama dengan kelompok-kelompok Melayu dan Cina memerangi para pendatang Madura; 114 orang tewas. Menurut seorang tokoh masyarakat Dayak, konflik yang terjadi belakangan itu pada awalnya bukan antara orang-orang Dayak dan Madura, melainkan antara orang-orang Melayu dan Madura. Kendati terdapat fakta bahwa hanya ada beberapa orang Dayak saja yang terlibat, tetapi media massa membesar-besarkan keterlibatan Dayak. Sebagian karena orang-orang Melayu yang terlibat menggunakan simbol-simbol budaya Dayak saat kerusuhan terjadi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><h2 style="text-align: justify;"><span class="mw-headline" id="Agama"> </span></h2>Kecoak_Ngesothttp://www.blogger.com/profile/18445713766039225070noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8278232198837606234.post-51173712011824181282011-08-21T20:12:00.000-07:002011-08-21T20:12:38.088-07:00Keris<div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"><a href="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/e/e8/Kalis_seko_kris_moro_sword_1a.JPG/180px-Kalis_seko_kris_moro_sword_1a.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><br />
</a></div><div style="text-align: justify;"><b>Keris</b> adalah senjata tikam golongan belati (berujung runcing dan tajam pada kedua sisinya) dengan banyak fungsi budaya yang dikenal di kawasan Nusantara bagian barat dan tengah. Bentuknya khas dan mudah dibedakan dari senjata tajam lainnya karena tidak simetris di bagian pangkal yang melebar, seringkali bilahnya berliku-liku, dan banyak di antaranya memiliki pamor (<i>damascene</i>), yaitu guratan-guratan logam cerah pada helai bilah. Jenis senjata tikam yang memiliki kemiripan dengan keris adalah badik.</div><div> </div><div style="text-align: justify;">Pada masa lalu keris berfungsi sebagai senjata dalam duel/peperangan, sekaligus sebagai benda pelengkap sesajian. Pada penggunaan masa kini, keris lebih merupakan benda aksesori (<i>ageman</i>) dalam berbusana, memiliki sejumlah simbol budaya, atau menjadi benda koleksi yang dinilai dari segi estetikanya.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Penggunaan keris tersebar pada masyarakat penghuni wilayah yang pernah terpengaruh oleh Majapahit, seperti Jawa, Madura, Nusa Tenggara, Sumatera, pesisir Kalimantan, sebagian Sulawesi, Semenanjung Malaya, Thailand Selatan, dan Filipina Selatan (Mindanao). Keris Mindanao dikenal sebagai <i>kalis</i>. Keris di setiap daerah memiliki kekhasan sendiri-sendiri dalam penampilan, fungsi, teknik garapan, serta peristilahan.</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"><a href="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/b/be/Kris_and_scabbard.jpg/180px-Kris_and_scabbard.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/b/be/Kris_and_scabbard.jpg/180px-Kris_and_scabbard.jpg" /></a></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><a name='more'></a><br />
<div style="text-align: justify;"> Asal-usul keris belum sepenuhnya terjelaskan karena tidak ada sumber tertulis yang deskriptif mengenainya dari masa sebelum abad ke-15, meskipun penyebutan istilah "keris" telah tercantum pada prasasti dari abad ke-9 Masehi. Kajian ilmiah perkembangan bentuk keris kebanyakan didasarkan pada analisis figur di relief candi atau patung. Sementara itu, pengetahuan mengenai fungsi keris dapat dilacak dari beberapa prasasti dan laporan-laporan penjelajah asing ke Nusantara</div><div style="text-align: justify;">Senjata tajam dengan bentuk yang diduga menjadi sumber inspirasi pembuatan keris dapat ditemukan pada peninggalan-peninggalan perundagian dari Kebudayaan Dongson dan Tiongkok selatan. Dugaan pengaruh kebudayaan Tiongkok Kuna dalam penggunaan senjata tikam, sebagai cikal-bakal keris, dimungkinkan masuk melalui kebudayaan Dongson (Vietnam) yang merupakan "jembatan" masuknya pengaruh kebudayaan Tiongkok ke Nusantara. Sejumlah keris masa kini untuk keperluan sesajian memiliki gagang berbentuk manusia (tidak distilir seperti keris modern), sama dengan belati Dongson, dan menyatu dengan bilahnya.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Sikap menghormati berbagai benda-benda garapan logam dapat ditelusuri sebagai pengaruh India, khususnya Siwaisme. Prasasti Dakuwu (abad ke-6) menunjukkan ikonografi India yang menampilkan "wesi aji" seperti trisula, <i>kudhi</i>, arit, dan keris <i>sombro</i>. Para sejarawan umumnya bersepakat, keris dari periode pra-Singasari dikenal sebagai "keris Buda", yang berbentuk pendek dan tidak berluk (lurus), dan dianggap sebagai bentuk awal (prototipe) keris. Beberapa belati temuan dari kebudayaan Dongson memiliki kemiripan dengan keris Buda dan keris sajen. Keris sajen memiliki bagian pegangan dari logam yang menyatu dengan bilah keris.</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"><a href="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/thumb/2/2d/Ge_%28kapak_dan_belati%29_dengan_pamor.jpg/180px-Ge_%28kapak_dan_belati%29_dengan_pamor.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/thumb/2/2d/Ge_%28kapak_dan_belati%29_dengan_pamor.jpg/180px-Ge_%28kapak_dan_belati%29_dengan_pamor.jpg" /></a></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Logam dasar yang digunakan dalam pembuatan keris ada dua macam logam adalah logam besi dan logam pamor baja. Untuk membuatnya ringan para Empu selalu memadukan bahan dasar ini dengan logam lain. Keris masa kini (<i>nèm-nèman</i>, dibuat sejak abad ke-20) biasanya memakai logam pamor nikel. Keris masa lalu (<i>keris kuna</i>) yang baik memiliki logam pamor dari batu meteorit yang diketahui memiliki kandungan titanium yang tinggi, di samping nikel, kobal, perak, timah putih, kromium, antimonium, dan tembaga. Batu meteorit yang terkenal adalah meteorit Prambanan, yang pernah jatuh pada abad ke-19 di kompleks percandian Prambanan.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Pembuatan keris bervariasi dari satu empu ke empu lainnya, tetapi terdapat prosedur yang biasanya bermiripan. Berikut adalah proses secara ringkas menurut salah satu pustaka. Bilah besi sebagai bahan dasar di<i>wasuh</i> atau dipanaskan hingga berpijar lalu ditempa berulang-ulang untuk membuang pengotor (misalnya karbon serta berbagai oksida). Setelah bersih, bilah dilipat seperti huruf U untuk disisipkan lempengan bahan pamor di dalamnya. Selanjutnya lipatan ini kembali dipanaskan dan ditempa. Setelah menempel dan memanjang, campuran ini dilipat dan ditempa kembali berulang-ulang. Cara, kekuatan, dan posisi menempa, serta banyaknya lipatan akan memengaruhi pamor yang muncul nantinya. Proses ini disebut <i>saton</i>. Bentuk akhirnya adalah lempengan memanjang. Lempengan ini lalu dipotong menjadi dua bagian, disebut <i>kodhokan</i>. Satu lempengan baja lalu ditempatkan di antara kedua <i>kodhokan</i> seperti roti <i>sandwich</i>, diikat lalu dipijarkan dan ditempa untuk menyatukan. Ujung kodhokan lalu dibuat agak memanjang untuk dipotong dan dijadikan <i>ganja</i>. Tahap berikutnya adalah membentuk <i>pesi</i>, <i>bengkek</i> (calon gandhik), dan terakhir membentuk bilah apakah berluk atau lurus. Pembuatan luk dilakukan dengan pemanasan.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Tahap selanjutnya adalah pembuatan ornamen-ornamen (<i>ricikan</i>) dengan menggarap bagian-bagian tertentu menggunakan kikir, gerinda, serta bor, sesuai dengan <i>dhapur</i> keris yang akan dibuat. <i>Silak waja</i> dilakukan dengan mengikir bilah untuk melihat pamor yang terbentuk. Ganja dibuat mengikuti bagian dasar bilah. Ukuran lubang disesuaikan dengan diameter pesi.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Tahap terakhir, yaitu penyepuhan, dilakukan agar logam keris menjadi logam besi baja. Pada keris Filipina tidak dilakukan proses ini. <i>Penyepuhan</i> ("menuakan logam") dilakukan dengan memasukkan bilah ke dalam campuran belerang, garam, dan perasan jeruk nipis (disebut <i>kamalan</i>). <i>Penyepuhan</i> juga dapat dilakukan dengan memijarkan keris lalu dicelupkan ke dalam cairan (air, air garam, atau minyak kelapa, tergantung pengalaman Empu yang membuat). Tindakan <i>penyepuhan</i> harus dilakukan dengan hati-hati karena bila salah dapat membuat bilah keris retak.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Selain cara Penyepuhan yang lazim seperti diatas dalam penyepuhan Keris dikenal pula Sepuh jilat yaitu pada saat logam Keris membara diambil dan dijilati dengan lidah, Sepuh Akep yaitu pada saat logam Keris membara diambil dan dikulum dengan bibir beberapa kali dan Sepuh Saru yaitu pada saat logam Keris membara diambil dan dijepit dengan alat kelamin wanita (Vagina) Sepuh Saru ini yang terkenal adalah Nyi Sombro, bentuk kerisnya tidak besar tapi disesuaikan.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Pemberian warangan dan minyak pewangi dilakukan sebagaimana perawatan keris pada umumnya. Perawatan keris dalam tradisi Jawa dilakukan setiap tahun, biasanya pada bulan Muharram/Sura, meskipun hal ini bukan keharusan. Istilah perawatan keris adalah "memandikan" keris, meskipun yang dilakukan sebenarnya adalah membuang minyak pewangi lama dan karat pada bilah keris, biasanya dengan cairan asam (secara tradisional menggunakan air buah kelapa, hancuran buah mengkudu, atau perasan jeruk nipis). Bilah yang telah dibersihkan kemudian diberi warangan bila perlu untuk mempertegas pamor, dibersihkan kembali, dan kemudian diberi minyak pewangi untuk melindungi bilah keris dari karat baru. Minyak pewangi ini secara tradisional menggunakan minyak melati atau minyak cendana yang diencerkan pada minyak kelapa.</div><div style="text-align: justify;"> </div><ul><li><h2 style="text-align: justify;"><span class="mw-headline" id="Morfologi">Morfologi</span></h2></li>
</ul><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><i>Beberapa istilah di bagian ini diambil dari tradisi Jawa, semata karena rujukan yang tersedia.</i></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Keris atau <i>dhuwung</i> terdiri dari tiga bagian utama, yaitu bilah (<i>wilah</i> atau daun keris), <i>ganja</i> ("penopang"), dan hulu keris (<i>ukiran</i>, pegangan keris). Bagian yang harus ada adalah bilah. Hulu keris dapat terpisah maupun menyatu dengan bilah. <i>Ganja</i> tidak selalu ada, tapi keris-keris yang baik selalu memilikinya. Keris sebagai senjata dan alat upacara dilindungi oleh sarung keris atau <i>warangka</i>.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Bilah keris merupakan bagian utama yang menjadi identifikasi suatu keris. Pengetahuan mengenai bentuk (<i>dhapur</i>) atau morfologi keris menjadi hal yang penting untuk keperluan identifikasi. Bentuk keris memiliki banyak simbol spiritual selain nilai estetika. Hal-hal umum yang perlu diperhatikan dalam morfologi keris adalah kelokan (<i>luk</i>), ornamen (<i>ricikan</i>), warna atau pancaran bilah, serta pola pamor. Kombinasi berbagai komponen ini menghasilkan sejumlah bentuk standar (<i>dhapur</i>) keris yang banyak dipaparkan dalam pustaka-pustaka mengenai keris.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Pengaruh waktu memengaruhi gaya pembuatan. Gaya pembuatan keris tercermin dari konsep <i>tangguh</i>, yang biasanya dikaitkan dengan periodisasi sejarah maupun geografis, serta empu yang membuatnya.</div><ul><li><h2 style="text-align: justify;"><span class="mw-headline" id="Pegangan_keris">Pegangan keris</span></h2></li>
</ul><div style="text-align: justify;"> </div><div class="thumb tright" style="text-align: justify;"> <div class="thumbinner" style="width: 222px;"><a class="image" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Berkas:Semar_Kris_%28no_background%29.png&filetimestamp=20110807095949"><img alt="" class="thumbimage" height="144" src="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/e/e7/Semar_Kris_%28no_background%29.png/220px-Semar_Kris_%28no_background%29.png" width="220" /></a> <div class="thumbcaption"> Sebuah keris dengan pegangan berbentuk Semar</div></div></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Pegangan keris (bahasa Jawa: <i>gaman</i>, atau hulu keris) ini bermacam-macam motifnya, untuk keris Bali ada yang bentuknya menyerupai dewa, pedande (pendeta), raksasa, penari, pertapa hutan dan ada yang diukir dengan kinatah emas dan batu mulia dan biasanya bertatahkan batu mirah delima. </div><div style="text-align: justify;">Pegangan keris Sulawesi menggambarkan burung laut. Hal itu sebagai perlambang terhadap sebagian profesi masyarakat Sulawesi yang merupakan pelaut, sedangkan burung adalah lambang dunia atas keselamatan. Seperti juga motif kepala burung yang digunakan pada keris Riau Lingga, dan untuk daerah-daerah lainnya sebagai pusat pengembangan tosan aji seperti Aceh, Bangkinang (Riau) , Palembang, Sambas, Kutai, Bugis, Luwu, Jawa, Madura dan Sulu, keris mempunyai ukiran dan perlambang yang berbeda. Selain itu, materi yang dipergunakan pun berasal dari aneka bahan seperti gading, tulang, logam, dan yang paling banyak yaitu kayu.</div><div style="text-align: justify;">Untuk pegangan keris Jawa, secara garis besar terdiri dari <i>sirah wingking</i> ( kepala bagian belakang ) , <i>jiling, cigir, cetek, bathuk</i> (kepala bagian depan) ,<i>weteng</i> dan <i>bungkul</i>.</div><div style="text-align: justify;"> </div><ul style="text-align: justify;"><li><b>Warangka atau sarung keris</b></li>
</ul><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Warangka, atau sarung keris (bahasa Banjar : <i>kumpang</i>), adalah komponen keris yang mempunyai fungsi tertentu, khususnya dalam kehidupan sosial masyarakat Jawa, paling tidak karena bagian inilah yang terlihat secara langsung. Warangka yang mula-mula dibuat dari kayu (yang umum adalah jati, cendana, timoho, dan kemuning). Sejalan dengan perkembangan zaman terjadi penambahan fungsi wrangka sebagai pencerminan status sosial bagi penggunanya. Bagian atasnya atau ladrang-gayaman sering diganti dengan gading.</div><div style="text-align: justify;">Secara garis besar terdapat dua bentuk warangka, yaitu jenis <b>warangka ladrang</b> yang terdiri dari bagian-bagian : <i>angkup, lata, janggut, gandek, godong</i> (berbentuk seperti daun), <i>gandar, ri</i> serta <i>cangkring</i>. Dan jenis lainnya adalah jenis <b>wrangka gayaman</b> (gandon) yang bagian-bagiannya hampir sama dengan wrangka ladrang tetapi tidak terdapat <i>angkup, godong</i>, dan <i>gandek</i>.</div><div style="text-align: justify;">Aturan pemakaian bentuk wrangka ini sudah ditentukan, walaupun tidak mutlak. Wrangka ladrang dipakai untuk upacara resmi , misalkan menghadap raja, acara resmi keraton lainnya (penobatan, pengangkatan pejabat kerajaan, perkawinan, dll) dengan maksud penghormatan. Tata cara penggunaannya adalah dengan menyelipkan gandar keris di lipatan sabuk (stagen) pada pinggang bagian belakang (termasuk sebagai pertimbangan untuk keselamatan raja ). Sedangkan wrangka gayaman dipakai untuk keperluan harian, dan keris ditempatkan pada bagian depan (dekat pinggang) ataupun di belakang (pinggang belakang).<b> </b></div><div style="text-align: justify;"><b>Dalam perang</b>, yang digunakan adalah keris wrangka gayaman , pertimbangannya adalah dari sisi praktis dan ringkas, karena wrangka gayaman lebih memungkinkan cepat dan mudah bergerak, karena bentuknya lebih sederhana.</div><div style="text-align: justify;">Ladrang dan gayaman merupakan pola-bentuk wrangka, dan bagian utama menurut fungsi wrangka adalah bagian bawah yang berbentuk panjang ( sepanjang wilah keris ) yang disebut <b>gandar</b> atau <i>antupan</i> ,maka fungsi gandar adalah untuk membungkus wilah (bilah) dan biasanya terbuat dari kayu ( dipertimbangkan untuk tidak merusak wilah yang berbahan logam campuran ) .</div><div style="text-align: justify;">Karena fungsi gandar untuk membungkus , sehingga fungsi keindahannya tidak diutamakan, maka untuk memperindahnya akan dilapisi seperti selongsong-silinder yang disebut <b>pendok</b> . Bagian pendok ( lapisan selongsong ) inilah yang biasanya diukir sangat indah , dibuat dari logam kuningan, suasa ( campuran tembaga emas ) , perak, emas . Untuk daerah diluar Jawa ( kalangan raja-raja Bugis , Goa, Palembang, Riau, Bali ) pendoknya terbuat dari emas , disertai dengan tambahan hiasan seperti sulaman tali dari emas dan bunga yang bertaburkan intan berlian.</div><div style="text-align: justify;">Untuk keris Jawa , menurut bentuknya pendok ada tiga macam, yaitu (1) <i>pendok bunton</i> berbentuk selongsong pipih tanpa belahan pada sisinya , (2) <i>pendok blewah</i> (blengah) terbelah memanjang sampai pada salah satu ujungnya sehingga bagian gandar akan terlihat , serta (3) <i>pendok topengan</i> </div><div style="text-align: justify;">yang belahannya hanya terletak di tengah . Apabila dilihat dari hiasannya, pendok ada dua macam yaitu pendok berukir dan pendok polos (tanpa ukiran).</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> </div><ul style="text-align: justify;"><li><b>Wilah</b> </li>
</ul><div style="text-align: justify;"><a href="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/e/e8/Kalis_seko_kris_moro_sword_1a.JPG/180px-Kalis_seko_kris_moro_sword_1a.JPG" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/e/e8/Kalis_seko_kris_moro_sword_1a.JPG/180px-Kalis_seko_kris_moro_sword_1a.JPG" /></a> <br />
</div><div style="text-align: justify;">Wilah atau wilahan adalah bagian utama dari sebuah keris, dan juga terdiri dari bagian-bagian tertentu yang tidak sama untuk setiap wilahan, yang biasanya disebut dapur, atau penamaan ragam bentuk pada wilah-bilah (ada puluhan bentuk dapur). Sebagai contoh, bisa disebutkan dapur <i>jangkung mayang</i>, <i>jaka lola</i> , <i>pinarak</i>, <i>jamang murub</i>, <i>bungkul</i> , <i>kebo tedan</i>, <i>pudak sitegal</i>, dll.</div><div style="text-align: justify;">Pada pangkal wilahan terdapat <b>pesi</b> , yang merupakan ujung bawah sebilah keris atau tangkai keris. Bagian inilah yang masuk ke pegangan keris ( ukiran) . Pesi ini panjangnya antara 5 cm sampai 7 cm, dengan penampang sekitar 5 mm sampai 10 mm, bentuknya bulat panjang seperti pensil. Di daerah Jawa Timur disebut <i>paksi</i>, di Riau disebut <i>puting</i>, sedangkan untuk daerah Serawak, Brunei dan Malaysia disebut <i>punting</i>.</div><div style="text-align: justify;">Pada pangkal (dasar keris) atau bagian bawah dari sebilah keris disebut <b>ganja</b> (untuk daerah semenanjung Melayu menyebutnya <i>aring</i>). Di tengahnya terdapat lubang pesi (bulat) persis untuk memasukkan pesi, sehingga bagian wilah dan ganja tidak terpisahkan. Pengamat budaya tosan aji mengatakan bahwa kesatuan itu melambangkan kesatuan <i>lingga</i> dan <i>yoni</i>, dimana ganja mewakili lambang yoni sedangkan pesi melambangkan lingganya. Ganja ini sepintas berbentuk cecak, bagian depannya disebut <i>sirah cecak</i>, bagian lehernya disebut <i>gulu meled</i> , bagian perut disebut <i>wetengan</i> dan ekornya disebut <i>sebit ron</i>. Ragam bentuk ganja ada bermacam-macam, <i>wilut</i> , <i>dungkul</i> , <i>kelap lintah</i> dan <i>sebit rontal</i>.<b> </b></div><div style="text-align: justify;"><b>Luk</b>, adalah bagian yang berkelok dari wilah-bilah keris, dan dilihat dari bentuknya keris dapat dibagi dua golongan besar, yaitu keris yang lurus dan keris yang bilahnya berkelok-kelok atau luk. Salah satu cara sederhana menghitung luk pada bilah , dimulai dari pangkal keris ke arah ujung keris, dihitung dari sisi cembung dan dilakukan pada kedua sisi seberang-menyeberang (kanan-kiri), maka bilangan terakhir adalah banyaknya luk pada wilah-bilah dan jumlahnya selalu <i>gasal</i> ( <b>ganjil</b>) dan <b>tidak pernah genap</b>, dan yang terkecil adalah luk tiga (3) dan terbanyak adalah luk tiga belas (13). Jika ada keris yang jumlah luk nya lebih dari tiga belas, biasanya disebut keris <i>kalawija</i>, atau keris tidak lazim.</div><ul><li><h2 style="text-align: justify;"><span class="mw-headline" id="Pasikutan.2C_tangguh_keris.2C_dan_perkembangan_di_masa_kini"><i>Pasikutan</i>, tangguh keris, dan perkembangan di masa kini</span></h2></li>
</ul><div style="text-align: justify;">Yang dimaksud dengan <i>pasikutan</i> adalah "roman" atau kesan emosi yang dibangkitkan oleh wujud suatu keris. Biasanya, personifikasi disematkan pada suatu keris, misalnya suatu keris tampak seperti "bungkuk", "tidak bersemangat", "riang", "tidak seimbang", dan sebagainya. Kemampuan menengarai <i>pasikutan</i> merupakan tahap lanjut dalam mendalami ilmu perkerisan dan membawa seseorang pada <i>panangguhan</i> keris.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Langgam/gaya pembuatan suatu keris dipengaruhi oleh zaman, tempat tinggal dan selera empu yang membuatnya. Dalam istilah perkerisan Jawa, langgam keris menurut waktu dan tempat ini diistilahkan sebagai <i>tangguh</i>. Tangguh dapat juga diartikan sebagai "perkiraan", maksudnya adalah perkiraan suatu keris mengikuti gaya suatu zaman atau tempat tertentu. "Penangguhan" keris pada umumnya dilakukan terhadap keris-keris pusaka, meskipun keris-keris baru dapat juga dibuat mengikuti tangguh tertentu, tergantung keinginan pemilik keris atau empunya.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Tangguh keris tidak bersifat mutlak karena deskripsi setiap tangguh pun dapat bersifat tumpang tindih. Selain itu, pustaka-pustaka lama tidak memiliki kesepakatan mengenai empu-empu yang dimasukkan ke dalam suatu tangguh. Hal ini disebabkan tradisi lisan yang sebelum abad ke-20 dipakai dalam ilmu <i>padhuwungan</i>.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Meskipun tangguh tidak identik dengan umur, tangguh keris (Jawa) yang tertua yang dapat dijumpai saat ini adalah <i>tangguh Buda</i> (atau keris Buda). Keris modern pusaka tertua dianggap berasal dari tangguh Pajajaran, yaitu dari periode ketika sebagian Jawa Tengah masih di bawah pengaruh Kerajaan Galuh. Keris pusaka termuda adalah dari masa pemerintahan Pakubuwana X (berakhir 1939). Selanjutnya, kualitas pembuatan keris terus merosot, bahkan di Surakarta pada dekade 1940-an tidak ada satu pun pandai keris yang bertahan .</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Kebangkitan seni kriya keris di Surakarta dimulai pada tahun 1970, dibidani oleh K.R.T. Hardjonagoro (Go Tik Swan) dan didukung oleh Sudiono Humardani, melalui perkumpulan <i>Bawa Rasa Tosan Aji</i>. Perlahan-lahan kegiatan pandai keris bangkit kembali dan akhirnya ilmu perkerisan juga menjadi satu program studi pada Sekolah Tinggi Seni Indonesia Surakarta (sekarang ISI Surakarta).</div><div style="text-align: justify;"> Keris-keris yang dibuat oleh para pandai keris sekarang dikenal sebagai <i>keris kamardikan</i> ("keris kemerdekaan"). Periode ini melahirkan beberapa pandai keris kenamaan dari Solo seperti KRT. Supawijaya (Solo), Pauzan Pusposukadgo (Solo), tim pandai keris STSI Surakarta, Harjosuwarno (bekerja pada studio milik KRT Hardjonagoro di Solo), Suparman Wignyosukadgo (Solo)<a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Keris#cite_note-Harsri-17"></a></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div>Kecoak_Ngesothttp://www.blogger.com/profile/18445713766039225070noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8278232198837606234.post-82600166040080706242011-08-20T17:18:00.000-07:002011-08-20T17:19:29.273-07:00Clurit adalah pengembangan dari aritArit atau sabit adalah satu alat bantu pertanian sejenis pisau berbentuk melengkung yang digunakan untuk memotong berbagai jenis rumput-rumputan, Bagian dalam dari lengkungan berbentuk tajam, bentuk lengkung ini memudahkan dalam proses memotong dengan cara mengiris bagian bawah tanaman yang dipotong dengan cara mengayunkan seperti gerakan memarang dengan satu tangan, atau ketika untuk mengumpulkan rumput atau memanen tanaman padi tangan yang lain biasanyah memegang pokok tanaman. gagang atau hulu sabit terbuat dari kayu.<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://mamo.comoj.com/wp-content/uploads/clurit-1.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="http://mamo.comoj.com/wp-content/uploads/clurit-1.jpg" width="246" /></a></div><br />
<a name='more'></a><br />
<br />
<div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><span id="more-480"></span><b>Clurit</b> adalah pengembangan dari arit, yang dikembangkan oleh masyarakat madura, <i>Clurit</i> diyakini berasal dari legenda pak Sakera / Sakerah, seorang mandor tebu dari Pasuruan yang menjadi salah satu tokoh perlawanan terhadap penjajahan belanda. Beliau dikenal tak pernah meninggalkan celurit dan selalu membawa / mengenakannya dalam aktifitas sehari- hari, dimana saat itu digunakan sebagai alat pertanian / perkebunan. Beliau berasal dari kalangan santri dan seorang muslim yang taat menjalankan agama Islam. Pak sakera melakukan perlawanan atas penidasan penjajah,Setelah Pak Sakerah tertangkap dan dihukum gantung di Pasuruan, Jawa Timur. Beliau dimakamkan di Kota Bangil. Atau tepatnya di wilayah Bekacak, Kelurahan Kolursari, daerah paling selatan Kota Bangil.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Tindakan penjajah tersebut memimbulkan kemarahan orang-orang madura, dan mulai berani melakukan perlawanan pada penjajah dengan senjata andalan meraka adalah celurit. Sehingga celurit mulai beralih fungsi menjadi simbol perlawanan, simbol harga diri serta strata sosial.</div><div style="text-align: justify;">Berdasarkan bentuk bilahnya, celurit dapat dibedakan menjadi clurit kembang turi dan clurit wulu pitik/bulu ayam</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://mamo.comoj.com/wp-content/uploads/clurit.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="311" src="http://mamo.comoj.com/wp-content/uploads/clurit.jpg" width="320" /></a></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dilihat dari arah ketajaman clurit, ada beda clurit dg arit dari sisi penggunaan, sebagian besar bentuk arit atau sabit mempunyai curvatur lain yang landai ke bawah untuk keperluan memotong rumput se-maksimal mungkin…</div>Kecoak_Ngesothttp://www.blogger.com/profile/18445713766039225070noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8278232198837606234.post-78714009876624068692011-08-19T18:17:00.000-07:002011-08-19T18:19:26.185-07:00Wayang Golek<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/4/42/Panakawan.jpg/220px-Panakawan.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/4/42/Panakawan.jpg/220px-Panakawan.jpg" /></a></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>Wayang Golek</b> adalah suatu seni pertunjukan wayang yang terbuat dari boneka kayu, yang terutama sangat populer di wilayah Tanah Pasundan. Wayang adalah bentuk teater rakyat yang sangat popular. Orang sering menghubungkan kata “wayang” dengan ”bayang”, karena dilihat dari pertunjukan wayang kulit yang memakai layar, dimana muncul bayangan-bayangan. Di Jawa Barat, selain wayang kulit, yang paling populer adalah wayang golek. Berkenaan dengan wayang golek, ada dua macam diantaranya <i>wayang golek</i> papak (cepak) dan wayang golek purwa yang ada di daerah Sunda. Kecuali wayang wong, dari semua wayang itu dimainkan oleh seorang dalang sebagai pemimpin pertunjukan yang sekaligus menyanyikan suluk, menyuarakan antawacana, mengatur gamelan mengatur lagu dan lain-lain..<br />
<a name='more'></a></div><div style="text-align: justify;">Sebagaimana alur cerita pewayangan umumnya, dalam pertunjukan <u>wayang golek</u> juga biasanya memiliki lakon-lakon baik galur maupun carangan yang bersumber dari cerita Ramayana dan Mahabarata dengan menggunakan bahasa Sunda dengan iringan gamelan Sunda (salendro), yang terdiri atas dua buah saron, sebuah peking, sebuah selentem, satu perangkat boning, satu perangkat boning rincik, satu perangkat kenong, sepasang gong (kempul dan goong), ditambah dengan seperangkat kendang (sebuah kendang Indung dan tiga buah kulanter), gambang dan rebab.</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/9/99/Wayang_golek_SF_Asian_Art_Museum.JPG/220px-Wayang_golek_SF_Asian_Art_Museum.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/9/99/Wayang_golek_SF_Asian_Art_Museum.JPG/220px-Wayang_golek_SF_Asian_Art_Museum.JPG" /></a></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div></div><div style="text-align: justify;">Sejak 1920-an, selama pertunjukan wayang golek diiringi oleh sinden. Popularitas sinden pada masa-masa itu sangat tinggi sehingga mengalahkan popularitas dalang wayang golek itu sendiri, terutama ketika zamannya Upit Sarimanah dan Titim Patimah sekitar tahun 1960-an.</div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;">Dalam pertunjukan wayang golek, lakon yang biasa dipertunjukan adalah lakon carangan. Hanya kadang-kadang saja dipertunjukan lakon galur. Hal ini seakan menjadi ukuran kepandaian para dalang menciptakan lakon carangan yang bagus dan menarik. Beberapa dalang wayang golek yang terkenal diantaranya Tarkim, R.U. Partasuanda, Abeng Sunarya, Entah Tirayana, Apek, Asep Sunandar Sunarya, Cecep Supriadi dll.</div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;">Pola pengadegan wayang golek adalah sebagai berikut; 1) Tatalu, dalang dan sinden naik panggung, gending jejer/kawit, murwa, nyandra, suluk/kakawen, dan biantara; 2) Babak unjal, paseban, dan bebegalan; 3) Nagara sejen; 4) Patepah; 5) Perang gagal; 6) Panakawan/goro-goro; 7) Perang kembang; 8) Perang raket; dan 9) Tutug.</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/thumb/9/91/Cepot_Wayang.jpg/180px-Cepot_Wayang.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/thumb/9/91/Cepot_Wayang.jpg/180px-Cepot_Wayang.jpg" /></a></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;">Salah satu fungsi wayang dalam masyarakat adalah ngaruat, yaitu membersihkan dari kecelakaan (marabahaya). Beberapa orang yang diruwat (sukerta), antara lain: 1) Wunggal (anak tunggal); 2) Nanggung Bugang (seorang adik yang kakaknya meninggal dunia); 3) Suramba (empat orang putra); 4) Surambi (empat orang putri); 5) Pandawa (lima putra); 6) Pandawi (lima putri); 7) Talaga Tanggal Kausak (seorang putra dihapit putri); 8) Samudra hapit sindang (seorang putri dihapit dua orang putra), dan sebagainya.</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/d/df/Wayang_Golek_Sunda_PRJ_1.jpg/180px-Wayang_Golek_Sunda_PRJ_1.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/d/df/Wayang_Golek_Sunda_PRJ_1.jpg/180px-Wayang_Golek_Sunda_PRJ_1.jpg" /></a></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;">Wayang golek saat ini lebih dominan sebagai seni pertunjukan rakyat, yang memiliki fungsi yang relevan dengan kebutuhan-kebutuhan masyarakat lingkungannya, baik kebutuhan spiritual maupun material. Hal demikian dapat kita lihat dari beberapa kegiatan di masyarakat misalnya ketika ada perayaan, baik hajatan (pesta kenduri) dalam rangka khitanan, pernikahan dan lain-lain adakalanya diriingi dengan pertunjukan wayang golek.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div>Kecoak_Ngesothttp://www.blogger.com/profile/18445713766039225070noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8278232198837606234.post-80058438459726579232011-08-19T18:03:00.000-07:002011-08-19T18:03:50.410-07:00Debus<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://t1.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQITvfL9Jw0BQY8lYu507-Tc_ECMuq_e9l_bp8dqNAS2YRAX55uqg&t=1" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://t1.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQITvfL9Jw0BQY8lYu507-Tc_ECMuq_e9l_bp8dqNAS2YRAX55uqg&t=1" /></a></div><br />
<div style="text-align: justify;">Setelah mengucapkan mantra “haram kau sentuh kulitku, haram kau minum darahku, haram kau makan dagingku, urat kawang, tulang wesi, kulit baja, aku keluar dari rahim ibunda. Aku mengucapkan kalimat la ilaha illahu“. Maka pada saat itu juga ia menusukkan golok tersebut ke paha, lengan, perut dan bagian tubuh lainnya. Pada saat atraksi tersebut iapun menyambar leher anak kecil sambil menghunuskan goloknya ke anak tersebut. Anehnya bekas sambaran golok tersebut tidak ada meninggalkan luka yang sangat berbahaya bagi anak tersebut. </div><a name='more'></a><br />
<div style="text-align: justify;">Atraksi yang sangat berbahaya tersebut biasa kita kenal dengan sebutan <b>Debus</b>, Konon kesenian bela diri debus berasal dari daerah al Madad. Semakin lama seni bela diri ini makin berkembang dan tumbuh besar disemua kalangan masyarakat banten sebagai seni hiburan untuk masyarakat. Inti pertunjukan masih sangat kental gerakan silat atau beladiri dan penggunaan senjata. Kesenian debus banten ini banyak menggunakan dan memfokuskan di kekebalan seseorang pemain terhadap serangan benda tajam, dan semacam senjata tajam ini disebut dengan debus.</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhhsK5S5NefXaMMz-5ZifWXjuuWX40NTAii1kcH3RCIeWv5LrOzSJTi_TWiCqqWnA5COwmAM5aXUAAnmz85MSsbqCInHgx2J7rR4EkNFui5trY2cSSozUSN81ECHXPad9jrRAOGcvl8dRc/s400/Img0015_resize.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhhsK5S5NefXaMMz-5ZifWXjuuWX40NTAii1kcH3RCIeWv5LrOzSJTi_TWiCqqWnA5COwmAM5aXUAAnmz85MSsbqCInHgx2J7rR4EkNFui5trY2cSSozUSN81ECHXPad9jrRAOGcvl8dRc/s320/Img0015_resize.jpg" width="208" /></a></div><table align="left" cellpadding="0" cellspacing="0"" style="width: 239px;"><tbody>
<tr><td></td><td background="nnimg/oth/nnsup.gif"></td><td></td></tr>
<tr><td background="nnimg/oth/nnslf.gif"></td><td align="center"></td><td background="nnimg/oth/nnsrg.gif"></td></tr>
<tr><td background="nnimg/oth/nnslf.gif"></td><td class="galry"></td><td background="nnimg/oth/nnsrg.gif"></td></tr>
<tr><td background="nnimg/oth/nnslf.gif"></td><td class="galry"></td><td background="nnimg/oth/nnsrg.gif"></td></tr>
<tr><td></td><td background="nnimg/oth/nnsdw.gif"></td><td></td></tr>
</tbody></table><div style="text-align: justify;">Kesenian ini tumbuh dan berkembang sejak ratusan tahun yang lalu, bersamaan dengan berkembangnya agama islam di Banten. Pada awalna kesenian ini mempunyai fungsi sebagai penyebaran agama, namun pada masa penjajahan belanda dan pada saat pemerintahan Sultan Agung Tirtayasa. Seni beladiri ini digunakan untuk membangkitkan semangat pejuang dan rakyat banten melawan penjajahan yang dilakukan belanda. Karena pada saat itu kekuatan sangat tidak berimbang, belanda yang mempunyai senjata yang sangat lengkap dan canggih. Terus mendesak pejuang dan rakyat banten, satu satunya senjata yang mereka punya tidak lain adalah warisan leluhur yaitu seni beladiri debus, dan mereka melakukan perlawanan secara gerilya.</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEibYccoJ6pHLIdfxwe3BafpcbydOsLZjNri6WaHMrinS9RpbMsYXkCYu0djq9X6AuH3t9g-kBVUynLYJHAeMkQqA0060aG0hasIJ5eQ6B63NCCZIqgcqiLkyScNritPlVeryftdecb6t4o/s400/Img0265+copy+%28Small%29.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="220" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEibYccoJ6pHLIdfxwe3BafpcbydOsLZjNri6WaHMrinS9RpbMsYXkCYu0djq9X6AuH3t9g-kBVUynLYJHAeMkQqA0060aG0hasIJ5eQ6B63NCCZIqgcqiLkyScNritPlVeryftdecb6t4o/s320/Img0265+copy+%28Small%29.jpg" width="320" /></a></div><br />
<div style="text-align: justify;"><b>Debus</b> dalam bahasa Arab yang berarti senjata tajam yang terbuat dari besi, mempunyai ujung yang runcing dan berbentuk sedikit bundar. Dengan alat inilah para pemain debus dilukai, dan biasanya tidak dapat ditembus walaupun debus itu dipukul berkali kali oleh orang lain. Atraksi atraksi kekebalan badan ini merupakan variasi lain yang ada dipertunjukan debus. Antara lain, menusuk perut dengan benda tajam atau tombak, mengiris tubuh dengan golok sampai terluka maupun tanpa luka, makan bara api, memasukkan jarum yang panjang ke lidah, kulit, pipi sampai tembus dan tidak terluka. Mengiris anggota tubuh sampai terluka dan mengeluarkan darah tetapi dapat disembuhkan pada seketika itu juga, menyiram tubuh dengan air keras sampai pakaian yang melekat dibadan hancur, mengunyah beling/serpihan kaca, membakar tubuh. Dan masih banyak lagi atraksi yang mereka lakukan.</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjHLMotpnY1cA-_XCStWTaF66GRVty5J-oj9n10IZhmPHzc0Vd4CiD2vKvKUwBHsXENc4D7fYCVaWamRc0jdTUaFMiuMoDlJePxEyCTjNdBMIqq0zK2LDAqmJO1KJTA251JbjRQEPOdPT4/s320/Img0017%252B%2528Small%2529.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjHLMotpnY1cA-_XCStWTaF66GRVty5J-oj9n10IZhmPHzc0Vd4CiD2vKvKUwBHsXENc4D7fYCVaWamRc0jdTUaFMiuMoDlJePxEyCTjNdBMIqq0zK2LDAqmJO1KJTA251JbjRQEPOdPT4/s320/Img0017%252B%2528Small%2529.jpg" /></a></div><br />
<table align="right" cellpadding="0" cellspacing="0"" style="width: 239px;"><tbody>
<tr><td></td><td background="nnimg/oth/nnsup.gif"></td><td></td></tr>
<tr><td background="nnimg/oth/nnslf.gif"></td><td align="center"></td><td background="nnimg/oth/nnsrg.gif"></td></tr>
<tr><td background="nnimg/oth/nnslf.gif"></td><td class="galry"></td><td background="nnimg/oth/nnsrg.gif"></td></tr>
<tr><td background="nnimg/oth/nnslf.gif"></td><td class="galry"></td><td background="nnimg/oth/nnsrg.gif"></td></tr>
<tr><td></td><td background="nnimg/oth/nnsdw.gif"></td><td></td></tr>
</tbody></table><div style="text-align: justify;">Dalam melakukan atraksi ini setiap pemain mempunyai syarat syarat yang berat, sebelum pentas mereka melakukan ritual ritual yang diberikan oleh guru mereka. Biasanya dilakukan 1-2 minggu sebelum ritual dilakukan. Selain itu mereka juga dituntut mempunyai iman yang kuat dan harus yakin dengan ajaran islam. Pantangan bagi pemain debus adalah tidak boleh minum minuman keras, main judi, bermain wanita, atau mencuri. Dan pemain juga harus yakin dan tidak ragu ragu dalam melaksanakan tindakan tersebut, pelanggaran yang dilakukan oleh seorang pemain bisa sangat membahayakan jiwa pemain tersebut.</div><div> </div><div style="text-align: justify;">Menurut beberapa sumber sejarah, debus mempunyai hubungan dengan tarekat didalam ajaran islam. </div><div style="text-align: justify;">Agama Islam diperkenalkan oleh Sunan Gunung Jati, salah satu pendiri Kesultanan Cirebon pada 1520, dalam ekspedisi damainya bersamaan dengan penaklukan Sunda Kelapa. Kemudian, ketika kekuatan Banten dipegang oleh Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1682), debus difokuskan sebagai alat untuk membangkitkan semangat para pejuang dalam melawan penjajahan pedagang Belanda yang tergabung dalam Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC).</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://matanews.com/wp-content/uploads/DebusAceh090110.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="215" src="http://matanews.com/wp-content/uploads/DebusAceh090110.jpg" width="320" /></a></div><br />
<div style="text-align: justify;">Debus dalam bahasa Arab yang berarti senjata tajam yang terbuat dari besi, mempunyai ujung yang runcing dan berbentuk sedikit bundar. Dengan alat inilah para pemain debus dilukai, dan biasanya tidak dapat ditembus walaupun debus itu dipukul berkali kali oleh orang lain. Atraksi atraksi kekebalan badan ini merupakan variasi lain yang ada dipertunjukan debus. Antara lain, menusuk perut dengan benda tajam atau tombak, mengiris tubuh dengan golok sampai terluka maupun tanpa luka, makan bara api, memasukkan jarum yang panjang ke lidah, kulit, pipi sampai tembus dan tidak terluka. Mengiris anggota tubuh sampai terluka dan mengeluarkan darah tetapi dapat disembuhkan pada seketika itu juga, menyiram tubuh dengan air keras sampai pakaian yang melekat dibadan hancur, mengunyah beling/serpihan kaca, membakar tubuh. Dan masih banyak lagi atraksi yang mereka lakukan.</div><div style="text-align: justify;">Yang intinya sangat kental dengan filosofi keagamaan, mereka dalam kondisi yang sangat gembira karena bertatap muka dengan tuhannya. Mereka menghantamkan benda tajam ketubuh mereka, tiada daya upaya melainkan karena Allah semata. Kalau Allah tidak mengijinkan golok, parang maupun peluru melukai mereka. Dan mereka tidak akan terluka.</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhJlIrNNMarawwUrpP3CIcqkyFClWUQykPt1URnPV0mteXV9-SsTlD4EKKSx8phyphenhypheniPx3ozFt6bIsMuOPZyWUNhkw_oex-uA49BttzcDi36jXQahO_HbeFg_BDZB_FeWoF4UPngo-HprIC8/s1600/debus.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhJlIrNNMarawwUrpP3CIcqkyFClWUQykPt1URnPV0mteXV9-SsTlD4EKKSx8phyphenhypheniPx3ozFt6bIsMuOPZyWUNhkw_oex-uA49BttzcDi36jXQahO_HbeFg_BDZB_FeWoF4UPngo-HprIC8/s320/debus.jpg" width="320" /></a></div><br />
<div style="text-align: justify;"> Pada saat ini banyak pendekar debus bermukim di Desa Walantaka, Kecamatan Walantaka, Kabupaten Serang. Yang sangat disayangkan keberadaan debus makin lama kian berkurang, dikarenakan para pemuda lebih suka mencari mata pencaharian yang lain. Dan karena memang atraksi ini juga cukup berbahaya untuk dilakukan, karena tidak jarang banyak pemain debus yang celaka karena kurang latihan maupun ada yang “jahil” dengan pertunjukan yang mereka lakukan. Sehingga semakin lama warisan budaya ini semakin punah. Dahulu kita bisa menyaksikan atraksi debus ini dibanyak wilayah banten, tapi sekarang atraksi debus hanya ada pada saat event – event tertentu. Jadi tidak setiap hari kita dapat melihat atraksi ini. Warisan budaya, yang makin lama makin tergerus oleh perubahan jaman</div>Kecoak_Ngesothttp://www.blogger.com/profile/18445713766039225070noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8278232198837606234.post-65809535853710316012011-08-19T00:06:00.000-07:002011-08-19T00:06:29.988-07:00Tarian Piring_Minangkabau_Sumatra Barat<div style="text-align: justify;"><b>Tarian Piring</b> <i>(Minangkabau: Tari Piriang)</i> merupakan sebuah seni tarian milik orang Minangkabau yang berasal dari Sumatra Barat. Ia merupakan salah satu seni tarian Minangkabau yang masih diamalkan penduduk Negeri Sembilan keturunan Minangkabau</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/a/ac/Tarian_Piring.jpg/280px-Tarian_Piring.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/a/ac/Tarian_Piring.jpg/280px-Tarian_Piring.jpg" /></a></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><a name='more'></a><br />
<div style="text-align: justify;">Tarian ini memiliki gerakan yang menyerupai gerakan para petani semasa bercucuk tanam, membuat kerja menuai dan sebagainya. Tarian ini juga melambangkan rasa gembira dan syukur dengan hasil tanaman mereka. Tarian ini merupakan tarian gerak cepat dengan para penari memegang piring di tapak tangan mereka, diiringi dengan lagu yang dimainkan oleh talempong dan saluang. Kadangkala, piring-piring itu akan dilontar ke udara atau pun dihempas ke tanah dan dipijak oleh penari-penari tersebut. Bagi menambah unsur-unsur estetika , magis dan kejutan dalam tarian ini, penari lelaki dan perempuan akan memijak piring-piring pecah tanpa rasa takut dan tidak pula luka. Penonton tentu akan berasa ngeri apabila kaca-kaca pecah dan tajam itu dipijak sambil menarik. </div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/7/78/Tarian_Piring1.jpg/280px-Tarian_Piring1.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/7/78/Tarian_Piring1.jpg/280px-Tarian_Piring1.jpg" /></a></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div>Kecoak_Ngesothttp://www.blogger.com/profile/18445713766039225070noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8278232198837606234.post-44500473402274956792011-08-18T22:49:00.000-07:002011-08-19T00:01:24.630-07:00Tarian Kecak<div style="text-align: justify;"><b>Kecak</b> (pelafalan: /<span class="IPA" style="font-family: Doulos SIL,Code2000,Chrysanthi Unicode,Gentium,GentiumAlt,TITUS Cyberbit Basic,Bitstream Cyberbit,Bitstream Vera,Arial Unicode MS,Lucida Sans Unicode;">'ke.tʃak</span>/, secara kasar "KEH-chahk", pengejaan alternatif: <b>Ketjak</b>, <b>Ketjack</b>, dan <b>Ketiak</b>), adalah pertunjukan seni khas Bali yang diciptakan pada tahun 1930-an dan dimainkan terutama oleh laki-laki. Tarian ini dipertunjukkan oleh banyak (puluhan atau lebih) penari laki-laki yang duduk berbaris melingkar dan dengan irama tertentu menyerukan "cak" dan mengangkat kedua lengan, menggambarkan kisah Ramayana saat barisan kera membantu Rama melawan Rahwana. Namun demikian, Kecak berasal dari ritual sanghyang, yaitu tradisi tarian yang penarinya akan berada pada kondisi tidak sadar<sup class="reference" id="cite_ref-Picard_0-0"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kecak#cite_note-Picard-0"></a></sup>, melakukan komunikasi dengan Tuhan atau roh para leluhur dan kemudian menyampaikan harapan-harapannya kepada masyarakat.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/2/25/Kecak_Dance_1.jpg/250px-Kecak_Dance_1.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/2/25/Kecak_Dance_1.jpg/250px-Kecak_Dance_1.jpg" /></a></div><div style="text-align: justify;"></div><br />
<br />
<a name='more'></a><br />
<br />
<div style="text-align: justify;">Para penari yang duduk melingkar tersebut mengenakan kain kotak-kotak seperti papan catur melingkari pinggang mereka. Selain para penari itu, ada pula para penari lain yang memerankan tokoh-tokoh Ramayana seperti Rama, Shinta, Rahwana, Hanoman, dan Sugriwa.</div><div></div><div style="text-align: justify;">Lagu tari Kecak diambil dari ritual tarian sanghyang. Selain itu, tidak digunakan alat musik. Hanya digunakan kincringan yang dikenakan pada kaki penari yang memerankan tokoh-tokoh Ramayana.</div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;">Sekitar tahun 1930-an Wayan Limbak bekerja sama dengan pelukis Jerman Walter Spies menciptakan tari Kecak berdasarkan tradisi Sanghyang dan bagian-bagian kisah Ramayana. Wayan Limbak memopulerkan tari ini saat berkeliling dunia bersama rombongan penari Bali-nya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/1/15/Kecak_Kanisius.jpg/250px-Kecak_Kanisius.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/1/15/Kecak_Kanisius.jpg/250px-Kecak_Kanisius.jpg" /></a></div><br />
Kecoak_Ngesothttp://www.blogger.com/profile/18445713766039225070noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8278232198837606234.post-76012655632935809042011-08-18T00:45:00.000-07:002011-08-18T00:45:37.939-07:00Wayang kulit<div style="text-align: justify;"><b>Wayang kulit</b> adalah seni tradisional Indonesia yang terutama berkembang di Jawa. Wayang berasal dari kata Ma Hyang artinya menuju kepada yang maha esa, . Wayang kulit dimainkan oleh seorang dalang yang juga menjadi narator dialog tokoh-tokoh wayang, dengan diiringi oleh musik gamelan yang dimainkan sekelompok nayaga dan tembang yang dinyanyikan oleh para pesinden. Dalang memainkan wayang kulit di balik kelir, yaitu layar yang terbuat dari kain putih, sementara di belakangnya disorotkan lampu listrik atau lampu minyak (blencong), sehingga para penonton yang berada di sisi lain dari layar dapat melihat bayangan wayang yang jatuh ke kelir. Untuk dapat memahami cerita wayang(lakon), penonton harus memiliki pengetahuan akan tokoh-tokoh wayang yang bayangannya tampil di layar.</div><div style="text-align: justify;"></div><br />
<div class="thumb tright"><div style="text-align: center;"></div><div class="thumbinner" style="width: 362px;"><div style="text-align: center;"><img alt="" class="thumbimage" height="257" src="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/c/ca/Wayang_Performance.jpg/360px-Wayang_Performance.jpg" width="360" /></div><div class="thumbcaption"><div class="magnify"></div><div style="text-align: center;">Pagelaran wayang kulit oleh dalang terkemuka di Indonesia, Ki Manteb Sudharsono.<br />
<a name='more'></a></div></div><div></div></div><div style="text-align: center;"></div></div><div style="text-align: center;"><br />
</div><div></div><div style="text-align: justify;">Secara umum wayang mengambil cerita dari naskah Mahabharata dan Ramayana, tetapi tak dibatasi hanya dengan pakem (standard) tersebut, ki dalang bisa juga memainkan lakon carangan (gubahan). Beberapa cerita diambil dari cerita Panji.</div><div style="text-align: justify;">Pertunjukan wayang kulit telah diakui oleh UNESCO pada tanggal 7 November 2003, sebagai karya kebudayaan yang mengagumkan dalam bidang cerita narasi dan warisan yang indah dan berharga <i>( Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity ).</i> Wayang kulit lebih populer di Jawa bagian tengah dan timur, sedangkan wayang golek lebih sering dimainkan di Jawa Barat</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="thumb tright"><div class="thumbinner" style="width: 162px;"><a class="image" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:WayangKulit_Scene_Zoom.JPG"><img alt="" class="thumbimage" height="160" src="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/3/3b/WayangKulit_Scene_Zoom.JPG/160px-WayangKulit_Scene_Zoom.JPG" width="160" /></a> <br />
<div class="thumbcaption"><div class="magnify"></div><div style="text-align: center;">Wayang kulit dilihat pada sisi bayangannya.</div><div style="text-align: center;"></div></div></div></div><div style="text-align: justify;"><b>Wayang kulit</b> dibuat dari bahan kulit kerbau yang sudah diproses memjadi kulit lembaran, perbuah wayang membutuhkan sekitar ukuran 50 x 30 cm kulit lembaran yang kemudian dipahat dengan peralatan yang digunakan adalah besi berujung runcing berbahan dari baja yang berkualitas baik. Besi baja ini dibuat terlebih dahulu dalam berbagai bentuk dan ukuran, ada yang runcing, pipih, kecil, besar dan bentuk lainnya yang masing-masing mempunyai fungsinya berbeda-beda. Namun pada dasarnya, untuk menata atau membuat berbagai bentuk lubang ukiran yang sengaja dibuat hingga berlubang. Selanjutnya dilakukan pemasangan bagian-bagian tubuh seperti tangan, pada tangan ada dua sambungan, lengan bagian atas dan siku, cara menyambungnya dengan sekrup kecil yang terbuat dari tanduk kerbau atau sapi. Tangkai yang fungsinya untuk menggerak bagian lengan yang berwarna kehitaman juga terbuat berasal dari bahan tanduk kerbau dan warna keemasannya umumnya dengan menggunakan prada yaitu kertas warna emas yang ditempel atau bisa juga dengan dibron, dicat dengan bubuk yang dicairkan. Wayang yang menggunakan prada, hasilnya jauh lebih baik, warnanya bisa tahan lebih lama dibandingkan dengan yang bront.</div><div style="text-align: justify;">Dalang adalah bagian terpenting dalam pertunjukan wayang kulit (wayang purwa). Dalam terminologi bahasa jawa, dalang (halang) berasal dari akronim ngu<b>dhal</b> Piwu<b>lang</b>. Ngudhal artinya membongkar atau menyebar luaskan dan piwulang artinya ajaran, pendidikan, ilmu, informasi. Jadi keberadaan dalang dalam pertunjukan wayang kulit bukan saja pada aspek <b>tontonan</b> (hiburan) semata, tetapi juga <b>tuntunan</b>. Oleh karena itu, disamping menguasai teknik pedalangan sebagai aspek hiburan, dalang haruslah seorang yang berpengetahuan luas dan mampu memberikan pengaruh. </div><div style="text-align: justify;">Dalang-dalang wayang kulit yang mencapai puncak kejayaan dan melegenda antara lain almarhum Ki Tristuti Rachmadi (Solo), almarhum Ki Narto Sabdo (Semarang, gaya Solo), almarhum Ki Surono (Banjarnegara, gaya Banyumas), Ki Timbul Hadi Prayitno (Yogya), almarhum Ki Hadi Sugito (Kulonprogo, Jogjakarta),Ki Soeparman (gaya Yogya), Ki Anom Suroto (gaya Solo), Ki Manteb Sudarsono (gaya Solo), Ki Enthus Susmono, Ki Agus Wiranto. Sedangkan Pesinden yang legendaris adalah almarhumah Nyi Tjondrolukito.</div>Kecoak_Ngesothttp://www.blogger.com/profile/18445713766039225070noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8278232198837606234.post-86583981181846829312011-08-17T22:47:00.000-07:002011-08-17T22:47:30.891-07:00Ondel-ondel<div style="text-align: justify;"><b>Ondel-ondel</b> adalah bentuk pertunjukan rakyat Betawi yang sering ditampilkan dalam pesta-pesta rakyat. Nampaknya ondel-ondel memerankan leluhur atau nenek moyang yang senantiasa menjaga anak cucunya atau penduduk suatu desa.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><i>Ondel-ondel</i> yang berupa boneka besar itu tingginya sekitar 2,5 meter dengan garis tengah ± 80 cm, dibuat dari anyaman bambu yang disiapkan begitu rupa sehingga mudah dipikul dari dalamnya. Bagian wajah berupa topeng atau kedok, dengan rambut kepala dibuat dari ijuk. Wajah ondel-ondel laki-laki biasanya dicat dengan warna merah, sedangkan yang perempuan warna putih. Bentuk pertunjukan ini banyak persamaannya dengan yang ada di beberapa daerah lain.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Di Pasundan dikenal dengan sebutan Badawang, di Jawa Tengah disebut Barongan Buncis, sedangkan di Bali lebih dikenal dengan nama Barong Landung. Menurut perkiraan jenis pertunjukan itu sudah ada sejak sebelum tersebarnya agama Islam di Pulau Jawa<a href="http://www.blogger.com/goog_2006366590">.</a></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Semula ondel-ondel berfungsi sebagai penolak bala atau gangguan roh halus yang gentayangan. Dewasa ini ondel-ondel biasanya digunakan untuk menambah semarak pesta- pesta rakyat atau untuk penyambutan tamu terhormat, misalnya pada peresmian gedung yang baru selesai dibangun. Betapapun derasnya arus modernisasi, ondel-ondel masih bertahan dan menjadi penghias wajah kota metropolitan Jakarta<a href="http://www.blogger.com/goog_2006366590">.</a></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="thumb tright"><div> </div><div class="thumbinner" style="width: 302px;"><div style="text-align: center;"><a class="image" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Ondel-Ondel_Betawi.jpg"><img alt="" class="thumbimage" height="173" src="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/e/e0/Ondel-Ondel_Betawi.jpg/300px-Ondel-Ondel_Betawi.jpg" width="300" /></a> </div><div class="thumbcaption" style="text-align: center;"> <div class="magnify"></div>Ondel-ondel</div><div class="thumbcaption"> </div><div class="thumbcaption"> <a name='more'></a></div></div></div><div class="thumb tright"><div style="text-align: center;"> </div><div class="thumbinner" style="width: 302px;"><a class="image" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Reuzenpoppen_Ondel-ondel_sieren_de_straat_tijdens_het_religieuze_feest_%27selamatan%27_ter_gelegenheid_van_de_inwijding_van_de_nieuwe_vleugel_van_Hotel_des_Indes_Java_TMnr_10003392.jpg"><img alt="" class="thumbimage" height="223" src="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/0/07/COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Reuzenpoppen_Ondel-ondel_sieren_de_straat_tijdens_het_religieuze_feest_%27selamatan%27_ter_gelegenheid_van_de_inwijding_van_de_nieuwe_vleugel_van_Hotel_des_Indes_Java_TMnr_10003392.jpg/300px-COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Reuzenpoppen_Ondel-ondel_sieren_de_straat_tijdens_het_religieuze_feest_%27selamatan%27_ter_gelegenheid_van_de_inwijding_van_de_nieuwe_vleugel_van_Hotel_des_Indes_Java_TMnr_10003392.jpg" width="300" /></a> <div class="thumbcaption" style="text-align: center;"> <div class="magnify"></div>Ondel-ondel dalam rangka perayaan pembukaan sayap baru Hotel des Indes (dibongkar di tahun 1980-an) tahun 1923</div></div></div><div style="text-align: justify;">Musik yang mengiringi ondel-ondel tidak tentu, tergantung dari masing-masing rombongan. Ada yang diiringi tanjidor, seperti rombongan ondel-ondel pimpinan Gejen, Kampung Setu. Ada yang diiringi dengan pencak Betawi seperti rombongan “Beringin Sakti” pimpinan Duloh, sekarang pimpinan Yasin, dari Rawasari. Adapula yang diirig Bende, “Kemes”, Ningnong dan Rebana ketimpring, seperti rombongan ondel-ondel pimpinan Lamoh, Kalideres.</div>Kecoak_Ngesothttp://www.blogger.com/profile/18445713766039225070noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8278232198837606234.post-72771129179023444092011-08-17T22:38:00.000-07:002011-08-17T22:38:48.802-07:00KUDA LUMPING: Kesenian Tradisional Indonesia Bernuansa Magis<div style="text-align: center;"><img border="0" src="http://explore-indo.com/images/stories/k.-lumping-1.jpg" width="200" /></div><br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Ada<span style="font-family: Arial; font-size: 10pt; font-weight: normal;"> satu permainan…</span></div><div style="font-family: Arial; font-size: 10pt; font-weight: normal; text-align: justify;">Permainan, unik sekali…</div><div style="font-family: Arial; font-size: 10pt; font-weight: normal; text-align: justify;">Orang naik kuda, tapi kuda bohong….</div><div style="font-family: Arial; font-size: 10pt; font-weight: normal; text-align: justify;">Namanya kuda lumping.....</div><div style="font-family: Arial; font-size: 10pt; font-weight: normal; text-align: justify;">Itu<b> kuda lumping</b>, <i>kuda lumping</i>, <u>kuda lumping</u> lompat-lompatan....</div><div style="font-family: Arial; font-size: 10pt; font-weight: normal; text-align: justify;">Sebait potongan lagu dangdut milik Rhoma Irama di atas terinspirasi dari permainan kesenian rakyat, tari kuda lumping, yang hingga kini masih tumbuh berkembang di banyak kelompok masyarakat di nusantara. Tarian tradisional yang dimainkan secara ”tidak berpola” oleh rakyat kebanyakan tersebut telah lahir dan digemari masyarakat, khususnya di Jawa, sejak adanya kerajaan-kerajaan kuno tempo doeloe. Awalnya, menurut sejarah, seni kuda lumping lahir sebagai simbolisasi bahwa rakyat juga memiliki kemampuan (kedigdayaan) dalam menghadapi musuh ataupun melawan kekuatan elite kerajaan yang memiliki bala tentara. Di samping, juga sebagai media menghadirkan hiburan yang murah-meriah namun fenomenal kepada rakyat banyak.</div><a name='more'></a><br />
<div style="font-family: Arial; font-size: 10pt; font-weight: normal; text-align: justify;">Kini, kesenian kuda lumping masih menjadi sebuah pertunjukan yang cukup membuat hati para penontonnya terpikat. Walaupun peninggalan budaya ini keberadaannya mulai bersaing ketat oleh masuknya budaya dan kesenian asing ke tanah air, tarian tersebut masih memperlihatkan daya tarik yang tinggi. Hingga saat ini, kita tidak tahu siapa atau kelompok masyarakat mana yang mencetuskan (menciptakan) kuda lumping pertama kali. Faktanya, kesenian kuda lumping dijumpai di banyak daerah dan masing-masing mengakui kesenian ini sebagai salah satu budaya tradisional mereka. Termasuk, disinyalir beberapa waktu lalu, diakui juga oleh pihak masyarakat Johor di Malaysia sebagai miliknya di samping <a href="http://kesenianbudayaindonesia.blogspot.com/2011/08/reog-ponorogo.html">Reog Ponorogo</a>. Fenomena mewabahnya seni kuda lumping di berbagai tempat, dengan berbagai ragam dan coraknya, dapat menjadi indikator bahwa seni budaya yang terkesan penuh magis ini kembali ”naik daun” sebagai sebuah seni budaya yang patut diperhatikan sebagai kesenian asli Indonesia. </div><div style="font-family: Arial; font-size: 10pt; font-weight: normal; text-align: justify;"><strong>Dipecut, Makan Beling dan Semburan Api</strong></div><div class="img_caption left" style="float: left; width: 200px;"><img align="left" border="0" class="caption" src="http://explore-indo.com/images/stories/k.-lumping-6.jpg" /></div><span style="font-family: Arial; font-size: 10pt; font-weight: normal;">Entah hal apa yang bisa membuat para pemainnya ini seperti orang kesurupan. Dilihat dari cara permainannya, para penari <b>kuda lumping</b> seperti mempunyai kekuatan maha besar, bahkan terkesan memiliki kekuatan supranatural. Kesenian tari yang menggunakan kuda bohong-bohongan terbuat dari anyaman bambu serta diiringi oleh musik gamelan seperti; gong, kenong, kendang dan slompret ini, ternyata mampu membuat para penonton terkesima oleh setiap atraksi-atraksi penunggan (penari) kuda lumping. Hebatnya, penari kuda lumping tradisional yang asli umumnya diperankan oleh anak putri yang berpakaian lelaki bak prajurit kerajaan. Saat ini, pemain kuda lumping lebih banyak dilakoni oleh anak lelaki.</span> <div class="img_caption right" style="float: right; width: 200px;"><img align="right" border="0" class="caption" src="http://explore-indo.com/images/stories/k.-lumping-7.jpg" /></div><span style="font-family: Arial; font-size: 10pt; font-weight: normal;">Bunyi sebuah pecutan (cambuk) besar yang sengaja dikenakan para pemain kesenian ini, menjadi awal permainan dan masuknya kekuatan mistis yang bisa menghilangkan kesadaran si-pemain. Dengan menaiki kuda dari anyaman bambu tersebut, penunggan kuda yang pergelangan kakinya diberi kerincingan ini pun mulai berjingkrak-jingkrak, melompat-lompat hingga berguling-guling di tanah. Selain melompat-lompat, penari kuda lumping pun melakukan atraksi lainnya, seperti memakan beling dan mengupas sabut kelapa dengan giginya. Beling (kaca) yang dimakan adalah bohlam lampu yang biasa sebagai penerang rumah kita. Lahapnya ia memakan beling seperti layaknya orang kelaparan, tidak meringis kesakitan dan tidak ada darah pada saat ia menyantap beling-beling tersebut.</span> <div style="font-family: Arial; font-size: 10pt; font-weight: normal; text-align: justify;">Jika dilihat dari keseluruhan permainan kuda lumping, bunyi pecutan yang tiada henti mendominasi rangkaian atraksi yang ditampilkan. Agaknya, setiap pecutan yang dilakukan oleh sipenunggang terhadap dirinya sendiri, yang mengenai kaki atau bagian tubuhnya yang lain, akan memberikan efek magis. Artinya, ketika lecutan anyaman rotan panjang diayunkan dan mengenai kaki dan tubuhnya, si penari kuda lumping akan merasa semakin kuat, semakin perkasa, semakin digdaya. Umumnya, dalam kondisi itu, ia kan semakin liar dan kuasa melakukan hal-hal muskil dan tidak masuk diakal sehat manusia normal.</div><div style="font-family: Arial; font-size: 10pt; font-weight: normal; text-align: justify;">Semarak dan kemeriahan permainan kuda lumping menjadi lebih lengkap dengan ditampilkannya atraksi semburan api. Semburan api yang keluar dari mulut para pemain lainnya, diawali dengan menampung bensin di dalam mulut mereka lalu disemburkan pada sebuah api yang menyala pada setangkai besi kecil yang ujungnya dibuat sedemikian rupa agar api tidak mati sebelum dan sesudah bensin itu disemburkan dari mulutnya. Pada permainan kuda lumping, makna lain yang terkandung adalah warna. Adapun warna yang sangat dominan pada permaian ini yaitu; merah, putih dan hitam. Warna merah melambangkan sebuah keberanian serta semangat. Warna putih melambangkan kesucian yang ada didalam hati juga pikiran yang dapat mereflesikan semua panca indera sehingga dapat dijadikan sebagai panutan warna hitam.</div><div style="font-family: Arial; font-size: 10pt; font-weight: normal; text-align: justify;">Sebagai sebuah atraksi penuh mistis dan berbahaya, tarian kuda lumping dilakukan di bawah pengawasan seorang ”pimpinan supranatural”. Biasanya, pimpinan ini adalah seorang yang memiliki ilmu ghaib yang tinggi yang dapat mengembalikan sang penari kembali ke kesadaran seperti sedia kala. Dia juga bertanggung-jawab terhadap jalannya atraksi, serta menyembuhkan sakit yang dialami oleh pemain kuda lumping jika terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan dan menimbulkan sakit atau luka pada si penari. Oleh karena itu, walaupun dianggap sebagai permainan rakyat, kuda lumping tidak dapat dimainkan oleh sembarang orang, tetapi harus di bawah petunjuk dan pengawasan sang pimpinannya.</div><div style="font-family: Arial; font-size: 10pt; font-weight: normal; text-align: justify;"><strong>Perlu Terus Dipelihara dan Dikembangkan</strong></div><div style="font-family: Arial; font-size: 10pt; font-weight: normal; text-align: justify;">Secara garis besar, begitu banyak kesenian serta kebudayaan yang ada di Indonesia diwariskan secara turun-menurun dari nenek moyang bangsa Indonesia hingga ke generasi saat ini. Sekarang, kita sebagai penerus bangsa merupakan pewaris dari seni budaya tradisional yang sudah semestinya menjaga dan memeliharanya dengan baik. Tugas kita adalah mempertahankan dan mengembangkannya, agar dari hari ke hari tidak pupus dan hilang dari khasanah berkesenian masyarakat kita.</div>Satu hal yang harus kita waspadai bahwa Indonesia masih terus dijajah hingga sekarang dengan masuknya kebudayaan asing yang mencoba menyingkirkan kebudayaan-kebudayaan lokal. Oleh karena itu, kita sebagai generasi penerus bangsa bangkitlah bersama untuk mengembalikan kembali kebudayaan yang sejak dahulu ada dan jangan sampai punah ditelan zaman modern ini. Untuk itu, kepada Pemerintah dan masyarakat diharapkan agar secara terus-menerus menelurusi kembali kebudayaan apa yang hingga saat ini hampir tidak terdengar lagi, untuk kemudian dikembangkan dan dilestarikan kembali nilai-nilai kebudayaan Indonesia.Kecoak_Ngesothttp://www.blogger.com/profile/18445713766039225070noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8278232198837606234.post-60614572382810207572011-08-17T15:11:00.000-07:002011-08-17T15:11:13.025-07:00Reog (Ponorogo)<div style="text-align: justify;"><b>Reog</b> adalah salah satu kesenian budaya yang berasal dari Jawa Timur bagian barat-laut dan Ponorogo dianggap sebagai kota asal Reog yang sebenarnya. Gerbang kota Ponorogo dihiasi oleh sosok warok dan gemblak, dua sosok yang ikut tampil pada saat reog dipertunjukkan. Reog adalah salah satu budaya daerah di Indonesia yang masih sangat kental dengan hal-hal yang berbau mistik dan ilmu kebatinan yang kuat.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><h2 style="text-align: justify;"><span class="mw-headline" id="Sejarah">Sejarah</span></h2><h2 style="text-align: justify;"><span class="mw-headline" id="Sejarah"></span></h2><div style="text-align: justify;"> </div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"><a href="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/8/8b/COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Eerste_bedrijf_uit_een_dansvoorstelling_waarin_een_draak_met_vier_ruiters_wordt_opgevoerd_TMnr_10004817.jpg/200px-COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Eerste_bedrijf_uit_een_dansvoorstelling_waarin_een_draak_met_vier_ruiters_wordt_opgevoerd_TMnr_10004817.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img alt="" border="0" class="thumbimage" height="140" src="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/8/8b/COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Eerste_bedrijf_uit_een_dansvoorstelling_waarin_een_draak_met_vier_ruiters_wordt_opgevoerd_TMnr_10004817.jpg/200px-COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Eerste_bedrijf_uit_een_dansvoorstelling_waarin_een_draak_met_vier_ruiters_wordt_opgevoerd_TMnr_10004817.jpg" width="200" /></a> </div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;">Pertunjukan reog di Ponorogo tahun 1920. Selain reog, terdapat pula penari kuda kepang dan bujangganong.</div><div class="thumb tright"><div> </div><div class="thumbinner" style="width: 202px;"><div style="text-align: center;"> </div></div></div><div style="text-align: justify;">Ada lima versi cerita populer yang berkembang di masyarakat tentang asal-usul Reog dan Warok, namun salah satu cerita yang paling terkenal adalah cerita tentang pemberontakan Ki Ageng Kutu, seorang abdi kerajaan pada masa Bhre Kertabhumi, Raja Majapahit terakhir yang berkuasa pada abad ke-15. Ki Ageng Kutu murka akan pengaruh kuat dari pihak istri raja Majapahit yang berasal dari Cina, selain itu juga murka kepada rajanya dalam pemerintahan yang korup, ia pun melihat bahwa kekuasaan Kerajaan Majapahit akan berakhir. Ia lalu meninggalkan sang raja dan mendirikan perguruan di mana ia mengajar anak-anak muda seni bela diri, ilmu kekebalan diri, dan ilmu kesempurnaan dengan harapan bahwa anak-anak muda ini akan menjadi bibit dari kebangkitan lagi kerajaan Majapahit kelak. Sadar bahwa pasukannya terlalu kecil untuk melawan pasukan kerajaan maka pesan politis Ki Ageng Kutu disampaikan melalui pertunjukan seni <b>Reog</b>,</div><a name='more'></a> yang merupakan "sindiran" kepada Raja Kertabhumi dan kerajaannya. Pagelaran Reog menjadi cara Ki Ageng Kutu membangun perlawanan masyarakat lokal menggunakan kepopuleran Reog. Dalam pertunjukan Reog ditampilkan topeng berbentuk kepala singa yang dikenal sebagai "Singa barong", raja hutan, yang menjadi simbol untuk Kertabhumi, dan diatasnya ditancapkan bulu-bulu merak hingga menyerupai kipas raksasa yang menyimbolkan pengaruh kuat para rekan Cinanya yang mengatur dari atas segala gerak-geriknya. Jatilan, yang diperankan oleh kelompok penari gemblak yang menunggangi kuda-kudaan menjadi simbol kekuatan pasukan Kerajaan Majapahit yang menjadi perbandingan kontras dengan kekuatan warok, yang berada dibalik topeng badut merah yang menjadi simbol untuk Ki Ageng Kutu, sendirian dan menopang berat topeng singabarong yang mencapai lebih dari 50 kg hanya dengan menggunakan giginya. Kepopuleran Reog Ki Ageng Kutu akhirnya menyebabkan Bhre Kertabhumi mengambil tindakan dan menyerang perguruannya, pemberontakan oleh warok dengan cepat diatasi, dan perguruan dilarang untuk melanjutkan pengajaran akan warok. Namun murid-murid Ki Ageng kutu tetap melanjutkannya secara diam-diam. Walaupun begitu, kesenian Reognya sendiri masih diperbolehkan untuk dipentaskan karena sudah menjadi pertunjukan populer di antara masyarakat, namun jalan ceritanya memiliki alur baru di mana ditambahkan karakter-karakter dari cerita rakyat Ponorogo yaitu Kelono Sewandono, Dewi Songgolangit, dan Sri Genthayu. Versi resmi alur cerita Reog Ponorogo kini adalah cerita tentang Raja Ponorogo yang berniat melamar putri Kediri, Dewi Ragil Kuning, namun di tengah perjalanan ia dicegat oleh Raja Singabarong dari Kediri. Pasukan Raja Singabarong terdiri dari merak dan singa, sedangkan dari pihak Kerajaan Ponorogo Raja Kelono dan Wakilnya Bujang Anom, dikawal oleh warok (pria berpakaian hitam-hitam dalam tariannya), dan warok ini memiliki ilmu hitam mematikan. Seluruh tariannya merupakan tarian perang antara Kerajaan Kediri dan Kerajaan Ponorogo, dan mengadu ilmu hitam antara keduanya, para penari dalam keadaan "kerasukan" saat mementaskan tariannya. Hingga kini masyarakat Ponorogo hanya mengikuti apa yang menjadi warisan leluhur mereka sebagai warisan budaya yang sangat kaya. Dalam pengalamannya Seni Reog merupakan cipta kreasi manusia yang terbentuk adanya aliran kepercayaan yang ada secara turun temurun dan terjaga. Upacaranya pun menggunakan syarat-syarat yang tidak mudah bagi orang awam untuk memenuhinya tanpa adanya garis keturunan yang jelas. mereka menganut garis keturunan Parental dan hukum adat yang masih berlaku.<br />
<h2><span class="editsection"></span><span class="mw-headline" id="Pementasan_Seni_Reog">Pementasan Seni Reog</span></h2><div class="thumb tleft"> <div class="thumbinner" style="width: 222px;"><a class="image" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Reog_Ponorogo_Indonesia.jpg"><img alt="" class="thumbimage" height="293" src="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/0/0b/Reog_Ponorogo_Indonesia.jpg/220px-Reog_Ponorogo_Indonesia.jpg" width="220" /></a> </div></div><div style="text-align: justify;">Reog modern biasanya dipentaskan dalam beberapa peristiwa seperti pernikahan, khitanan dan hari-hari besar Nasional. Seni Reog Ponorogo terdiri dari beberapa rangkaian 2 sampai 3 tarian pembukaan. Tarian pertama biasanya dibawakan oleh 6-8 pria gagah berani dengan pakaian serba hitam, dengan muka dipoles warna merah. Para penari ini menggambarkan sosok singa yang pemberani. Berikutnya adalah tarian yang dibawakan oleh 6-8 gadis yang menaiki kuda. Pada reog tradisionil, penari ini biasanya diperankan oleh penari laki-laki yang berpakaian wanita. Tarian ini dinamakan tari jaran kepang atau jathilan, yang harus dibedakan dengan seni tari lain yaitu tari kuda lumping. Tarian pembukaan lainnya jika ada biasanya berupa tarian oleh anak kecil yang membawakan adegan lucu yang disebut Bujang Ganong atau Ganongan. Setelah tarian pembukaan selesai, baru ditampilkan adegan inti yang isinya bergantung kondisi dimana seni reog ditampilkan. Jika berhubungan dengan pernikahan maka yang ditampilkan adalah adegan percintaan. Untuk hajatan khitanan atau sunatan, biasanya cerita pendekar, Adegan dalam seni reog biasanya tidak mengikuti skenario yang tersusun rapi. Disini selalu ada interaksi antara pemain dan dalang (biasanya pemimpin rombongan) dan kadang-kadang dengan penonton. Terkadang seorang pemain yang sedang pentas dapat digantikan oleh pemain lain bila pemain tersebut kelelahan. Yang lebih dipentingkan dalam pementasan seni reog adalah memberikan kepuasan kepada penontonnya. Adegan terakhir adalah singa barong, dimana pelaku memakai topeng berbentuk kepala singa dengan mahkota yang terbuat dari bulu burung merak. Berat topeng ini bisa mencapai 50-60 kg. Topeng yang berat ini dibawa oleh penarinya dengan gigi. Kemampuan untuk membawakan topeng ini selain diperoleh dengan latihan yang berat, juga dipercaya diproleh dengan latihan spiritual seperti puasa dan tapa.</div><h2><span class="editsection"></span><span class="mw-headline" id="Tokoh-tokoh_dalam_seni_Reog">Tokoh-tokoh dalam seni Reog</span></h2><h3><span class="editsection"></span><span class="mw-headline" id="Jathil">Jathil</span></h3><div class="thumb tright"> <div class="thumbinner" style="width: 202px;"><a class="image" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Reog_Ponorogo_dance.jpg"><img alt="" class="thumbimage" height="150" src="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/a/a9/Reog_Ponorogo_dance.jpg/200px-Reog_Ponorogo_dance.jpg" width="200" /></a> <div class="thumbcaption"> <div class="magnify"></div>Jathilan (depan)</div></div></div><div style="text-align: justify;">Jathil adalah prajurit berkuda dan merupakan salah satu tokoh dalam seni Reog. Jathilan merupakan tarian yang menggambarkan ketangkasan prajurit berkuda yang sedang berlatih di atas kuda. Tarian ini dibawakan oleh penari di mana antara penari yang satu dengan yang lainnya saling berpasangan. Ketangkasan dan kepiawaian dalam berperang di atas kuda ditunjukkan dengan ekspresi atau greget sang penari. Jathilan ini pada mulanya ditarikan oleh laki-laki yang halus, berparas ganteng atau mirip dengan wanita yang cantik. Gerak tarinya pun lebih cenderung feminin. Sejak tahun 1980-an ketika tim kesenian Reog Ponorogo hendak dikirim ke Jakarta untuk pembukaan PRJ (Pekan Raya Jakarta), penari jathilan diganti oleh para penari putri dengan alasan lebih feminin. Ciri-ciri kesan gerak tari Jathilan pada kesenian Reog Ponorogo lebih cenderung pada halus, lincah, genit. Hal ini didukung oleh pola ritmis gerak tari yang silih berganti antara irama <i>mlaku</i> (lugu) dan irama <i>ngracik</i>.</div><h3><span class="editsection"></span><span class="mw-headline" id="Warok">Warok</span></h3><div class="thumb tright"> <div class="thumbinner" style="width: 202px;"><a class="image" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Warok_Ponorogo.jpg"><img alt="" class="thumbimage" height="140" src="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/thumb/c/c8/Warok_Ponorogo.jpg/200px-Warok_Ponorogo.jpg" width="200" /></a> <div class="thumbcaption"> <div class="magnify"></div>Warok Ponorogo</div></div></div><div class="dablink noprint" style="text-align: justify;">Artikel utama untuk bagian ini adalah: Warok</div><div> </div><div style="text-align: justify;">"Warok" yang berasal dari kata wewarah adalah orang yang mempunyai tekad suci, memberikan tuntunan dan perlindungan tanpa pamrih. Warok adalah wong kang sugih wewarah (orang yang kaya akan wewarah). Artinya, seseorang menjadi warok karena mampu memberi petunjuk atau pengajaran kepada orang lain tentang hidup yang baik.<i>Warok iku wong kang wus purna saka sakabehing laku, lan wus menep ing rasa</i> (Warok adalah orang yang sudah sempurna dalam laku hidupnya, dan sampai pada pengendapan batin).</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Warok merupakan karakter/ciri khas dan jiwa masyarakat Ponorogo yang telah mendarah daging sejak dahulu yang diwariskan oleh nenek moyang kepada generasi penerus. Warok merupakan bagian peraga dari kesenian Reog yang tidak terpisahkan dengan peraga yang lain dalam unit kesenian Reog Ponorogo. Warok adalah seorang yang betul-betul menguasai ilmu baik lahir maupun batin.</div><h3><span class="editsection"></span><span class="mw-headline" id="Barongan_.28Dadak_merak.29">Barongan (Dadak merak)</span></h3><div class="thumb tleft"> <div class="thumbinner" style="width: 122px;"><a class="image" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Reog_Ponorogo.jpg"><img alt="" class="thumbimage" height="90" src="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/7/71/Reog_Ponorogo.jpg/120px-Reog_Ponorogo.jpg" width="120" /></a>Barongan (Dadak merak)<div class="thumbcaption"> <div class="magnify"></div></div></div></div><div class="dablink noprint" style="text-align: justify;">Artikel utama untuk bagian ini adalah: Dadak merak</div><div> </div><div style="text-align: justify;">Barongan (Dadak merak) merupakan peralatan tari yang paling dominan dalam kesenian Reog Ponorogo. Bagian-bagiannya antara lain; Kepala Harimau (<i>caplokan</i>), terbuat dari kerangka kayu, bambu, rotan ditutup dengan kulit Harimau Gembong. Dadak merak, kerangka terbuat dari bambu dan rotan sebagai tempat menata bulu merak untuk menggambarkan seekor merak sedang mengembangkan bulunya dan menggigit untaian manik - manik (tasbih). <i>Krakap</i> terbuat dari kain beludru warna hitam disulam dengan <i>monte</i>, merupakan aksesoris dan tempat menuliskan identitas group reyog.<sup class="reference" id="cite_ref-tokoh_3-2"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Reog_%28Ponorogo%29#cite_note-tokoh-3"></a></sup> Dadak merak ini berukuran panjang sekitar 2,25 meter, lebar sekitar 2,30 meter, dan beratnya hampir 50 kilogram.</div><h3><span class="editsection"></span><span class="mw-headline" id="Klono_Sewandono">Klono Sewandono</span></h3><div class="dablink noprint">Artikel utama untuk bagian ini adalah: Klono Sewandono</div><div class="thumb tright"> <div class="thumbinner" style="width: 202px;"><a class="image" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Prabu_Klono_Sewandono.jpg"><img alt="" class="thumbimage" height="133" src="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/thumb/1/10/Prabu_Klono_Sewandono.jpg/200px-Prabu_Klono_Sewandono.jpg" width="200" /></a> <div class="thumbcaption"> <div class="magnify"></div>Prabu Klono Sewandono</div></div></div><div style="text-align: justify;"><b>Klono Sewandono</b> atau <b>Raja Kelono</b> adalah seorang raja sakti mandraguna yang memiliki pusaka andalan berupa Cemeti yang sangat ampuh dengan sebutan Kyai Pecut Samandiman kemana saja pergi sang Raja yang tampan dan masih muda ini selalu membawa pusaka tersebut. Pusaka tersebut digunakan untuk melindungi dirinya. Kegagahan sang Raja di gambarkan dalam gerak tari yang lincah serta berwibawa, dalam suatu kisah Prabu Klono Sewandono berhasil menciptakan kesenian indah hasil dari daya ciptanya untuk menuruti permintaan Putri (kekasihnya). Karena sang Raja dalam keadaan mabuk asmara maka gerakan tarinyapun kadang menggambarkan seorang yang sedang kasmaran.</div><h3><span class="editsection"></span><span class="mw-headline" id="Bujang_Ganong_.28Ganongan.29">Bujang Ganong (Ganongan)</span></h3><div class="thumb tright"> <div class="thumbinner" style="width: 152px;"><a class="image" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Bujang_Ganong.jpg"><img alt="" class="thumbimage" height="177" src="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/thumb/3/39/Bujang_Ganong.jpg/150px-Bujang_Ganong.jpg" width="150" /></a> <div class="thumbcaption"> <div class="magnify"></div>Bujang Ganong (Ganongan)</div></div></div><div style="text-align: justify;">Bujang Ganong (Ganongan) atau Patih Pujangga Anom adalah salah satu tokoh yang enerjik, kocak sekaligus mempunyai keahlian dalam seni bela diri sehingga disetiap penampilannya senantiasa di tunggu - tunggu oleh penonton khususnya anak - anak. Bujang Ganong menggambarkan sosok seorang Patih Muda yang cekatan, berkemauan keras, cerdik, jenaka dan sakti.</div><h2><span class="editsection"></span><span class="mw-headline" id="Kontroversi">Kontroversi</span></h2><div class="thumb tleft"> <div class="thumbinner" style="width: 127px;"><a class="image" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Barongan2.jpeg"><img alt="" class="thumbimage" height="188" src="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/thumb/7/75/Barongan2.jpeg/125px-Barongan2.jpeg" width="125" /></a> <div class="thumbcaption"> <div class="magnify"></div>Foto tari Barongan di situs resmi Malaysia, yang memicu kontroversi.</div></div></div><div style="text-align: justify;">Tarian sejenis Reog Ponorogo yang ditarikan di Malaysia dinamakan Tari Barongan. Tarian ini juga menggunakan topeng dadak merak, yaitu topeng berkepala harimau yang di atasnya terdapat bulu-bulu merak. Deskripsi dan foto tarian ini ditampilkan dalam situs resmi Kementrian Kebudayaan Kesenian dan Warisan Malaysia.</div><div> </div><div style="text-align: justify;">Kontroversi timbul karena pada topeng dadak merak di situs resmi tersebut terdapat tulisan "Malaysia", dan diakui sebagai warisan masyarakat dari Batu Pahat, Johor dan Selangor, Malaysia. Hal ini memicu protes berbagai pihak di Indonesia, termasuk seniman Reog asal Ponorogo yang menyatakan bahwa hak cipta kesenian Reog telah dicatatkan dengan nomor 026377 tertanggal 11 Februari 2004, dan dengan demikian diketahui oleh Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia<sup class="reference" id="cite_ref-detiknews-1_8-0">.<a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Reog_%28Ponorogo%29#cite_note-detiknews-1-8"></a></sup> Ditemukan pula informasi bahwa dadak merak yang terlihat di situs resmi tersebut adalah buatan pengrajin Ponorogo. Ribuan seniman Reog sempat berdemonstrasi di depan Kedutaan Malaysia di Jakarta. Pemerintah Indonesia menyatakan akan meneliti lebih lanjut hal tersebut.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Pada akhir November 2007, Duta Besar Malaysia untuk Indonesia Datuk Zainal Abidin Muhammad Zain menyatakan bahwa Pemerintah Malaysia tidak pernah mengklaim Reog Ponorogo sebagai budaya asli negara itu. Reog yang disebut “Barongan” di Malaysia dapat dijumpai di Johor dan Selangor, karena dibawa oleh rakyat Jawa yang merantau ke negeri tersebut.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div>Kecoak_Ngesothttp://www.blogger.com/profile/18445713766039225070noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8278232198837606234.post-32578573225574831572011-08-17T14:21:00.000-07:002011-08-17T14:34:57.759-07:00Sejarah Karapan sapi, Tradisi, Pesta, dan Prestise Rakyat Madura<div style="text-align: justify;"><a class="highslide" href="http://kaskusnews.us/wp-content/uploads/2010/04/karapan-sapi.jpg"><img alt="" class="alignnone size-medium wp-image-1642" height="180" src="http://kaskusnews.us/wp-content/uploads/2010/04/karapan-sapi-300x180.jpg" title="karapan-sapi" width="300" /></a></div><div></div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;">Bagi masyarakat Madura, <b>karapan sapi</b> bukan sekadar sebuah pesta rakyat yang perayaannya digelar setiap tahun. <b>Karapan sapi</b> juga bukan hanya sebuah tradisi yang dilaksanakan secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Karapan sapi adalah sebuah prestise kebanggaan yang akan mengangkat martabat di masyarakat.</div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;">Sejarah asal mula Kerapan Sapi tidak ada yang tahu persis, namun berdasarkan sumber lisan yang diwariskan secara turun temurun diketahui bahwa Kerapan Sapi pertama kali dipopulerkan oleh Pangeran Katandur yang berasal dari Pulau Sapudi, Sumenep pada abad 13.<br />
<a name='more'></a></div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;">Awalnya ingin memanfaatkan tenaga sapi sebagai pengolah sawah. Brangkat dari ketekunan bagaimana cara membajak sapinya bekerja ,mengolah tanah persawahan, ternyata berhasil dan tanah tandus pun berubah menjadi tanah subur.</div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;">Melihat gagasan bagus dan membawa hasil positif, tentu saja warga masyarakat desa mengikuti jejak Pangerannya. Akhirnya tanah di seluruh Pulau Sapudi yang semula gersang, menjadi tanah subur yang bisa ditanami padi. Hasil panenpun berlimpah ruah dan jadilah daerah yang subur makmur.</div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;">Setelah masa panen tiba sebagai ungkapan kegembiraan atas hasil panen yang melimpah Pangeran Ketandur mempunyai inisiatif mengajak warga di desanya untuk mengadakan balapan sapi. Areal tanah sawah yang sudah dipanen dimanfaatkan untuk areal balapan sapi. Akhirnya tradisi balapan sapi gagasan Pangeran Ketandur itulah yang hingga kini terus berkembang dan dijaga kelestariannya. Hanya namanya diganti lebih populer dengan “Kerapan Sapi”.</div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;">Bagi masyarakat Madura, Kerapan Sapi selain sebagai tradisi juga sebagai pesta rakyat yang dilaksanakan setelah sukses menuai hasil panen padi atau tembakau. Kerapan sebagai pesta rakyat di Madura mempunyai peran di berbagai bidang. Misal di bidang ekonomi (kesempatan bagi masyarakat untuk berjualan), peran magis religius (misal adanya perhitungan-perhitungan tertentu bagi pemilik sapi sebelum bertanding dan adanya mantra-mantra tertentu), bidang seni rupa (ada pada peralatan yang mempunyai hiasan tertentu), bidang seni tari dan seni musik saronen (selalu berubah dan berkembang).</div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><b>Anatomi Kerapan</b></div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><img alt="" border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg8L8RwNw9k_U8JkebzCMAMGO5zIHjyddr8FQp5h72uqYFoDII_sCDREo2nTO5F5zo40amhKEZAHIucpj_3zlf7GFbuvTrvRfm2Ys14NQHgO4DDc_Qg99o8eAmk5ppp1T58gb4F4yyVNaZ7/s200/kerapan.jpg" /></div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;">Pengertian kata “kerapan” adalah adu sapi memakai “kaleles”. Kaleles adalah sarana pelengkap untuk dinaiki sais/joki yang menurut istilah Madura disebut “tukang tongko”. Sapi-sapi yang akan dipacu dipertautkan dengan “pangonong” pada leher-lehernya sehingga menjadi pasangan yang satu.</div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;">Orang Madura memberi perbedaan antara “kerapan sapi” dan “sapi kerap”. Kerapan sapi adalah sapi yang sedang adu pacu, dalam kaedaan bergerak, berlari dan dinamis. Sedang sapi kerap adalah sapi untuk kerapan baik satu maupun lebih. Ini untuk membedakan dengan sapi biasa. Ada beberapa kerapan yaitu “kerrap kei” (kerapan kecil), “kerrap raja’’ (kerapan besar), ‘kerrap onjangan” (kerapan undangan), “kerrap jar-ajaran” (kerapan latihan).</div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;">Kaleles sebagai sarana untuk kerapan yang dinaiki tokang tongko dari waktu ke waktu mengalami berbagai perkembangan dan perubahan. Kaleles yang dipakai dipilih yang ringan (agar sapi bisa berlari semaksimal mungkin), tetapi kuat untuk dinaiki tokang tongko (joki).</div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;">Sapi kerap adalah sapi pilihan dengan ciri-ciri tertentu. Misalnya berdada air artinya kecil ke bawah, berpunggung panjang, berkuku rapat, tegar tegak serta kokoh, berekor panjang dan gemuk. Pemeliharaan sapi kerap juga sangat berbeda dengan sapi biasa. Sapi kerap sangat diperhatikan masalah makannya, kesehatannya dan pada saat-saat tertentu diberi jamu. Sering terjadi biaya ini tidak sebanding dengan hadiah yang diperoleh bila menang, tetapi bagi pemiliknya merupakan kebanggaan tersendiri dan harga sapi kerap bisa sangat tinggi.</div><div style="text-align: justify;">Sapi kerap ada tiga macam yaitu sapi yang “cepat panas” (hanya dengan diolesi bedak panas dan obat-obatan cepat terangsang), sapi yang “dingin” (apabila akan dikerap harus dicemeti berkali-kali), dan sapi “kowat kaso” (kuat lelah, memerlukan pemanasan terlebih dahulu).</div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;">Pada waktu akan dilombakan pemilik sapi kerap harus mempersiapkan tukang tongko (joki), “tukang tambeng” (bertugas menahan, membuka dan melepaskan rintangan untuk berpacu), “tukang gettak” (penggertak sapi agar sapi berlari cepat), “tukang gubra” (orang-orang yang menggertak sapi dengan bersorak sorai di tepi lapangan), “tukang ngeba tali” (pembawa tali kendali sapi dari start sampai finish), “tukang nyandak”(orang yang bertugas menghentikan lari sapi setelah sampai garis finish), “tukang tonja” (orang yang bertugas menuntun sapi).</div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;">Beberapa peralatan yang penting dalam kerapan sapi yaitu kaleles dan pangonong, “pangangguy dan rarenggan” (pakaian dan perhiasan), “rokong” (alat untuk mengejutkan sapi agar berlari cepat). Dalam kerapan sapi tidak ketinggalan adanya “saronen” (perangkat instrumen penggiring kerapan). Perangkatnya terdiri dari saronen, gendang, kenong, kempul, krecek dan gong.</div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><b>Pesta Rakyat</b></div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><img alt="" border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjOWXA-_M5Uo7iw3x5n06Y2M3d9vPoMjXsL6UX0yLh00On7LmPp6uOFefhQitEMODfcFyqM7qkiQCk5qkZLoKdlxLW_E4V9s9QGhRjrrmgZYxNAX-KdaSWx6rzbS9uZOAr8Ro_8Qu_5G4ki/s200/patung+kerapan+sapi.jpg" /></div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;">Umumnya sebuah pesta rakyat, penyelenggaraan Kerapan Sapi juga sangat diminati oleh masyarakat Madura. Setiap kali penyelenggaraan Kerapan Sapi diperkirakan masyarakat yang hadir bisa mencapai 1000-1500 orang. Dalam pesta rakyat itu berabagai kalangan maupun masyarakat Madura berbaur menjadi satu dalam atmosfir sportifitas dan kegembiraan.</div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;">Sisi lain yang menarik penonton dari karapan sapi adalah kesempatan untuk memasang taruhan antarsesama penonton. Jumlah taruhannya pun bervariasi, mulai dari yang kelas seribu rupiahan sampai puluhan, bahkan ratusan juta rupiah. Biasanya penonton yang berdiri disepanjang arena taruhannya kecil, tidak sampai jutaan. Tetapi, para petaruh besar, sebagian besar duduk di podium atau hanya melihat dari tempat kejauhan. Transaksinya dilakukan di luar arena, dan biasanya berlangsung pada malam hari sebelum karapan sapi dimulai.</div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><b>Adu Gengsi</b></div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><img alt="" border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh7tilkd0XkXe1W4yWzkB2JVPyf5oAssO0eFX3KEA_VU3P1jrFv-3S_6F7gHxYcaH66PY6Qo0SQmq5kqzOzjxnx-7_w6_pcnFhe2qINO5nPqanwwhy3yy2rNzTpj4Xu_AarMuPbCXI7syUn/s200/sapi.JPG" /></div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;">Pemilik sapi karapan memperoleh gengsi yang tinggi manakala mampu memenangkan lomba tradisional tersebut. Selain itu, harga pasangan sapi pemenang karapan langsung melambung. Mislnya, harga sapi yang memenangkan lomba Karapan Sapi 2003 melambung menjadi Rp200 juta dari 2 tahun sebelumnya hanya Rp40 juta.</div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;">Untuk membentuk tubuh pasangan sapi yang sehat membutuhkan biaya hingga Rp4 juta per pasang sapi untuk makanan maupun pemeliharaan lainnya. Maklum, sapi karapan diberikan aneka jamu dan puluhan telur ayam per hari, terlebih-lebih menjelang diadu di arena karapan. Berdasarkan tradisi masyarakat pemilik sapi karapan, maka hewan tersebut menjelang diterjunkan ke arena dilukai di bagian pantatnya yakni diparut dengan paku hingga kulitnya berdarah agar dapat berlari cepat. Bahkan luka itu diberikan sambal ataupun balsem yang dioles-oleskan di bagian tubuh tertentu antara lain di sekitar mata.</div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;">Sehari sebelum lomba dilaksanakan, pasangan sapi dan pemilik serta sejumlah kerabatnya menginap di tenda yang dipasang di lapangan. Tidak lupa rombongan itu dimeriahkan oleh kelompok musik tradisional Sronen yang mengarak pasangan sapi menjelang dipertandingkan. Bahkan jasa dukun pun diperlukan dalam kegiatan karapan sapi. Para “penggila” Kerapan Sapi melakukan itu semua demi sebuah gengsi atau prestise yang memang merupakan watak khas orang Madura</div><div style="text-align: justify;"><img alt="" border="0" src="http://distro.santoe.net/tugaskelompok/gambar/madura_133.jpg" /></div>Kecoak_Ngesothttp://www.blogger.com/profile/18445713766039225070noreply@blogger.com0